Rabu, 23 Januari 2013


Modal Sosial Pendidikan: Instrumen Kebertahanan Institusi Pendidikan Lokal
Studi Kasus: SMP Bhakti Karya Pantura, Ds. Tanjung Burung, Kec. Teluknaga, Kab. Tangerang

 
 
Disusun oleh :
Anisatun Nahdiyah (4815107133)
Feni Kartika (4815107119)
Indria Retna Mutiar (4815107123)
Muh. Utsman (4815107128)
Sugihwan (4815107140)



PENGANTAR
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang peranannya sangat penting, karena sekolah disini menjadi suatu lembaga formal, yang berfungsi sebagai penyalur bakat-bakat individu. Disini sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang berperan penting di dalam penyaluran bakat-bakat setiap individu, dimana di dalam pendidikan terdapat fungsi-fungsi yang akan mengarahkan individu pada kedewasaan baik secara fisik maupun mental. Selain itu, tujuan dari pendidikan itu bukan saja pada pemberian materi-materi sebagai landasan pengetahuan dan keterampilan saja, dimana pemberian materi dan keterampilan ini bertujuan mempengaruhi perkembangan intelektual anak. Tetapi juga harus mengarah pada pembentukan moral dari peserta didik tersebut. Disini, peran sekolah khususnya peran pendidik (guru) sangatlah berpengaruh untuk tercapainya tujuan dari pendidikan tersebut.
Dalam hal ini, terlihat jelas bahwa peran sekolah di dalam masyarakat, sekolah bukanlah sebuah ajang komersialisasi, namun peran sekolah seharusnya dapat menjadi perantara bagi individu dalam mengembangkan potensi-potensinya. Pendidikan tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat kota, namun pendidikan juga seharusnya dapat diakses oleh masyarakat pedesaan, seperti yang tertera pada pasal 31 ayat 1 yaitu, setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan[1]. Dari pernyataan tersebut terlihat jelas, bahwa pendidikan itu harus merata sehingga dapat diakses oleh seluruh warga Negara Indonesia.
Penelitian yang kami lakukan adalah tentang lembaga pendidikan (sekolah) SMP Bhakti Karya di Desa Tanjung Burung, yang keberadaannya menjadi dilematis, karena sedikitnya minat anak untuk bersekolah, ini terlihat dari jumlah siswa yang ada di sekolah tersebut. Padahal, SMP Bhakti Karya Pantura merupakan satu-satunya SMP yang ada di desa tersebut. Hal seperti ini perlu dikaji lebih dalam lagi, sehingga kita dapat mengetahui penyebab yang mendasarinya. Untuk itu, kami melakukan penelitian baik dengan pengamatan maupun wawancara langsung dengan masyarakat di desa tersebut, agar data yang diperoleh akurat.

SEKILAS TENTANG DESA TANJUNG BURUNG
Situasi Gambaran Umum Desa Tanjung Burung
Desa Tanjung Burung terletak di Sebelah Utara Laut Jawa, Sebelah Timur Desa Tanjung Pasir, Desa Tegalangus dan Desa Pangkalan, Sebelah Selatan Desa Pangkalan dan Desa Kp. Melayu Barat, Sebelah Barat Kali Cisadane, Desa Kalibaru dan Desa Kohod. Adapun luas wilayahnya yaitu 864 ha, terdiri dari : tanah pemukiman 170 ha, tanah perkuburan 1.500 M2, lahan pertanian 122 ha, lahan pertambakan 320 ha, dan peternakan 42 ha. Secara umum keadaan topografi Desa Tanjung Burung adalah merupakan daerah Daratan datar, Iklim Desa Tanjung Burung, sebagaimana Desa - desa lain di Wilayah Indonesia mempunyai Iklim kemarau dan penghujan.

Keadaan Sosial Desa Tanjung Burung
Kondisi Sosial Desa Tanjung Burung terdiri dari masyarakat yang heterogen  yang ditambah penduduk pendatang untuk bekerja sebagai buruh Pabrik. Desa Tanjung Burung terdiri dari :
Jumlah Penduduk per Juli 2010  berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2010 dengan jumlah jiwa :
Tabel 1
Jumlah penduduk berdasarkan sensus penduduk tahun 2010
Laki – laki
Perempuan
Jumlah
3.794
3.597
7.391
Sumber: Sistem pendataan desa dan kelurahan tahun 2010, Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang
Tabel 2
Penduduk  berdasarkan tingkat pendidikannya
TDK TMT SD
SD
SMP
SLTA
D.1,2,3
S1
S2
1126
680
680
521
8

47


3

Sumber: Sistem pendataan desa dan kelurahan tahun 2010, Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang


Tabel 3
Penduduk Berdasarkan Agama

Islam

Budha

Hindu

Katolik

Protestan


6.338

853

0

16

170

Sumber: Sistem pendataan desa dan kelurahan tahun 2010, Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang


Kondisi Penduduk Desa Tanjung Burung
  Keadaan Ekonomi
Secara   umum dapat dijelaskan bahwa Desa Tanjung Burung bermata pencaharian Pedagang, Buruh, Karyawan Swasta, Pegawai Negeri Sipil, merupakan potensi yang sangat besar, sedangkan ABRI, Petani, pertukangan dan pensiunan jumlahnya relatif kecil. Tingkat kesejahteraan secara tabelaris adalah :
Tabel 4
Tingkat Kesejahteraan Masyarakat :  ( dalam KK / jiwa )
Kaya
Sedang
Kurang Mampu
277
500
740
Sumber: Sistem pendataan desa dan kelurahan tahun 2010, Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang


Kondisi sarana dan prasarana umum Desa Tanjung Burung secara garis besar adalah sebagai berikut :

Tabel 5
Kondisi Sarana dan Prasarana

SD

 TK

Madrasah
Lemb
Pend.
Agama/Kursus/Pesantren
Jalan  Kampung/Desa
(m)
Jembatan
(Unit)
Sarana peribadatan Lainnya
Sarana Olah Raga
Masjid / Mushola

2

1

1


17201

1

1

-

17
Sumber: Sistem pendataan desa dan kelurahan tahun 2010, Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangeran






 Kondisi Pemerintah Desa
Pembagian Wilayah Desa Tanjung Burung meliputi :

Tabel 6
Wilayah Administrasi Pemerintahan Desa

Dusun

RW

RT
7
8
16
Sumber: Sistem pendataan desa dan kelurahan tahun 2010, Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang

KONTEKS SEJARAH BERDIRINYA SMP BHAKTI KARYA PANTURA
Pendidikan merupakan sarana untuk mencapai pembangunan Sumber Daya Manusia, karena dengan pendidikan  potensi-potensi yang ada di dalam diri seseorang dapat terealisasikan. Seperti di Desa Tanjung Burung yang merupakan desa yang cukup terpencil, namun memiliki kesadaran tentang pentingnya pendidikan. Di desa tanjung burung ini terdapat satu SMP, yaitu SMP Bhakti Karya Pantura yang merupakan satu-satunya SMP yang ada di desa tersebut. SMP ini didirikan oleh pak Ahmad Sarnubi, dulunya SMP ini adalah sebuah Madrasah yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang agama pada masyarakat setempat. Sekolah ini didirikan pada tahun 1989-an, dan sempat tidak berfungsi (mati). Sampai pada akhirnya, pada tahun 2010, Pak Akhmad selaku ketua yayasan SMP Bhakti Karya memiliki keinginan untuk membangun SMP. SMP ini bertujuan untuk memfasilitasi anak-anak kurang mampu yang memiliki keinginan untuk bersekolah, juga untuk memudahkan dalam mengakses pendidikan, yang pada saat itu tidak adanya SMP di desa tersebut.
Adapun dana dari pembangunan sekolah ini yaitu berasal dari dana swadaya masyarakat. Tidak adanya campur tangan dari pemerintah, sehingga seringkali kesulitan dalam pemenuhan sarana dan prasarana. Jumlah guru yang mengajar di sekolah ini yaitu berjumlah sekitar 12 orang, 12 orang ini berasal dari luar desa. Sementara itu, jumlah siswa SMP Bhakti Karya Pantura sekitar 10 orang yang masih bertahan, dimana siswanya anak laki-laki semua, yaitu kelas VII ada 2 orang siswa dan kelas VIII berjumlah 8 siswa. Tetapi, pada saat ini jumlah keseluruhan siswa ada 9 orang siswa. Proses pembelajaranya berlangsung setiap hari senin sampai jumat, masuk jam 13.00-17.00 dengan waktu istirahat dari pukul 15.15-16.00[2]. Berikut ini kutipan wawancara dengan Pak Ahmad selaku ketua yayasan SMP Bhakti Karya Pantura:

“SMP ini didirikan karena saya punya keinginan untuk membangun masyarakat sini melalui pendidikan, terus juga belum ada SMP disini. Tapi SMP ini sampe sekarang belum dapet BOS (Bantuan Operasional Sekolah), padahal udah ngajuin ke sekolah induk. SMP ini kan nginduk ma sekolah  . Jadi kadang-kadang gurunya ngga di bayar sampe tiga bulanan, tapi gurunya ngajar dengan sukarela”.

Dari hasil wawancara diatas, terlihat bahwa alasan yang mendasari keberadaan SMP Bhakti Karya Pantura adalah untuk meningkatkan pendidikan yang ada di desa tersebut, dengan membangun lembaga pendidikan (sekolah) merupakan langkah awal dalam membangun masyarakat setempat. Pendidikan merupakan pondasi awal dalam membangun masyarakat khususnya dalam mengembangkan Sumber Daya Manusia-nya. Sekolah tidak dapat berjalan tanpa adanya murid serta pengajar, karena murid dan pengajar merupakan komponen utama dalam pembelajaran. Dalam konteks sejarah berdirinya SMP Bhakti Karya ini, dijunjung dengan nilai-nilai sukarela dari para pengajarnya, ini membuktikan bahwa pendidikan bukanlah ajang komersialisasi, namun pendidikan harus mampu menaungi masyarakat, sehingga masyarakat khususnya masyarakat menengah bawah dapat mengenyam pendidikan. Berikut ini merupakan kondisi halaman sekolah maupun ruangan SMP Bhakti Karya:
Dari gambar tersebut, dapat terlihat kondisi sekolah yang kurang nyaman untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Proses pembelajaran bukan saja terletak pada kemampuan seorang pendidik dalam menyampaikan materi, namun proses pembelajaran juga harus diimbangi dengan kondisi yang nyaman untuk siswa serta bahan ajar yang lengkap dengan fasilitas yang tersedia di dalam sekolah. 

Dinamika Keberlangsungan SMP Bhakti Karya
Keberlangsungan SMP Bhakti Karya ini di dorong oleh motivasi Pak Ahmad untuk memperbaiki pendidikan di desa tanjung burung, hal ini menjadi salah satu pendorong bertahannya SMP tersebut. Meskipun secara fisik SMP ini masih memiliki kekurangan, namun semangat Pak Ahmad untuk terus memajukan pendidikan di desanya sangatlah tinggi. Sekolah ini telah berjalan selama hampir dua tahun dan memiliki dua angkatan, yaitu kelas VII dan VIII, angkatan kelas VII terdiri dari 2 orang siswa dan kelas VIII berjumlah 8 siswa. Siswa-siswa tersebut memiliki keinginan sekolah yang kuat namun keadaan ekonomi yang lemah, sehingga mereka memilih untuk sekolah  SMP ini, selain tidak adanya pungutan biaya juga secara geografis jaraknya dekat dari rumah mereka.
 Adapun tenaga pengajar di sekolah ini merupakan relawan dari luar desa, dengan jumlah pengajar 12 orang. Proses pembelajaran berjalan dari hari senin hingga kamis, jumat dan sabtu sering digunakan siswa untuk mengantarkan tamu-tamu desa yang ingin pergi memancing. Proses pembelajaran yang dimulai pada pukul 13.00 ini disebabkan pada pagi hari gurunya mengajar di sekolah lain, sehingga terkadang tidak berjalannya proses pembelajaran. Disebabkan karena gurunya yang tidak hadir, sehingga siswanya pun menjadi malas. Berikut hasil wawancara kami dengan salah satu siswa SMP Bhakti Karya Pantura:
“saya milih sekolah sekolah disini soalnya deket jadi ngga usah pake ongkos, tapi ya gitu.. kadang gurunya ngga masuk. Kita udah berangkat dari rumah tapi balik lagi gara-gara ngga ada gurunya. Jadi ya kadang males, kita sih pengen supaya guru-gurunya itu sering masuk, biar kita bisa sekolah. Iyah, sekolah disini ngga bayar cuma bayar kalo beli LKS aja. Ngga enaknya muridnya dikit, cwo semua lagi”[3].

Dari penuturan siswa yang masih bertahan di SMP ini, jelas bahwa mereka mempunyai semangat yang tinggi untuk sekolah. Hal ini seharusnya diperhatikan karena mereka merupakan generasi penerus bangsa. Pada dasarnya, pendidikan merupakan suatu kebutuhan, walaupun pada kenyataannya banyak anak yang putus sekolah karena berbagai macam alasan yang mendasarinya. Seperti yang terjadi di Desa Tanjung Burung ini, rata-rata anak-anak yang bersekolah di SMP Bhakti Karya merupakan anak-anak dengan kondisi ekonomi lemah namun mereka memiliki semangat untuk sekolah. Sehingga sebagian dari mereka membagi waktu antara sekolah dan bekerja. Kondisi seperti ini belum cukup diperhatian oleh pemerintah, karena banyak dari mereka belum mendapatkan pendidikan yang layak, sangat berbeda dengan kalangan-kalangan menengah atas yang dapat menikmati pendidikan tinggi dengan fasilitas yang memadai. Ini menjadi sangat tidak adil, karena pada kenyataannya pendidikan itu merupakan hak bagi seluruh rakyat indonesia, seperti yang telah kami sebutkan pada latar belakang tulisan ini. Berikut ini, tabel siswa SMP Bhakti Karya:
Tabel 7
Daftar Siswa SMP Bhakti Karya Pantura
Tanjung Burung
NOMOR
NAMA SISWA
L/P
TEMPAT, TGL LAHIR
ALAMAT
ASAL SEKOLAH
NAMA ORTU
PEKERJAAN ORTU
URUT
INDUK
1
100117001
MUHAMAD ASHAF FAISAL
L
TNG, 20 - 08 - 1996
TJ. BURUNG - CIRUMPAK RT. 13/07
SDN TANJUNG BURUNG
ANANG
BURUH





DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA



2
100117002
MUHAMAD ARWAN
L
TNG, 11 - 02 - 1996
TJ. BURUNG - RT. 12/06
SDN TANJUNG BURUNG
WARDIANSYAH
BURUH





DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA



3
100117003
MUHAMAD DIDING GUNAWAN
L
TNG, 14 -01 - 1997
TJ. BURUNG - RT. 12/06
SDN TANJUNG BURUNG
PULUNG
BURUH





DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA



4
100117004
MUHAMAD MUSLIH RAMADHONI
L
TNG, 14 - O1 - 1997
TJ. BURUNG - RT. 12/06
SDN TANJUNG BURUNG
WANDI
BURUH





DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA



5
100117005
MUHAMAD MUSLIM RAMADHANI
L
TNG, 14 - 01 - 1997
TJ. BURUNG - RT. 12/06
SDN TANJUNG BURUNG
WANDI
BURUH





DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA



6
100117006
MUHAMAD SUJA
L
TNG, 25 - 04 - 1998
TJ. BURUNG - CIRUMPAK RT. 13/07
SDN TANJUNG BURUNG
NURDIN
BURUH





DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA



7
100117007
MURSIN
L
TNG, 01 - 06 - 1997
TJ. BURUNG - RT. 12/06
SDN TANJUNG BURUNG
SABIHIM
BURUH





DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA



8
100117008
SINTA
L
TNG, 01 - 01 - 1997
TJ. BURUNG - CIRUMPAK RT. 13/07
SDN TANJUNG BURUNG
TIHAR
BURUH





DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA



9
100117009
MUHAMAD SAHURI
L
TNG, 01 - 01 - 1997
TJ. BURUNG BETING
SDN TANJUNG BURUNG
MISAN LAUNG
BURUH





DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA



10
100117010
PARMAN
L
TNG, 14 - 01 - 1997
TJ. BURUNG - RT. 12/06
SDN TANJUNG BURUNG
MARYASIN
BURUH
Sumber: dokumentasi SMP Bhakti Karya Pantura

Dari data tersebut, terlihat jelas bahwa anak-anak yang bersekolah di SMP Bhakti Karya berasal dari keluarga yang kurang mampu, namun mereka memiliki semangat tinggi dalam sekolah. Karena, apabila mereka memilih sekolah jauh maka akan mengeluarkan ongkos, dan itu menjadi salah satu kendalanya.


 ASPEK KEBERTAHANAN SEKOLAH
            Walaupun SMP Bhakti Karya merupakan satu-satunya SMP yang ada di desa tanjung burung, namun hanya segelintir anak yang bersekolah di SMP tersebut. Hal ini menjadi dilematis bagi keberlangsungan dari kegiatan pembelajaran di sekolah tersebut. Setelah kami menelusuri, dan memperoleh beberapa informan yang merupakan penduduk asli desa tanjung burung, bahwa mereka khususnya para orang tua menginginkan anaknya sekolah yang tinggi, dengan adanya SMP Bhakti Karya ini dapat memudahkan mereka dalam mengakses pendidikan. Akan tetapi banyak mindset anak yang ingin sekolah jauh di luar desa untuk menambah prestise dan pergaulan. Padahal jika mereka bersekolah di SMP ini, mereka akan hemat biaya/ongkos dan tenaga karena dekat dengan rumah mereka serta sistem pembelajaran yang sama karena SMP ini bekerjasama dengan SMP Boring. Sebagian besar anak-anak yang telah lulus SMA tidak lagi melanjutkan ke perguruan tinggi, banyak dari mereka yang memilih untuk bekerja ataupun menikah.
Disini, peran orang tua sebagai agen sosialisasi primer sangat menunjang bagi pemahaman anak tentang pendidikan, karena dari orang tualah pertama kali mendapatkan sosialisasi niai-nilai. Berikut ini kutipan wawancara kami dengan salah satu orang tua siswa SMP Bhakti Karya pantura:

“kalo saya sih pengen anak-anak saya sekolah tinggi, apalagi sekarang udah ada SMP yang deket, tapi saya mah terserah anaknya aja mau sekolah dimana, eh anak saya juga dua-duanya milih sekolah disitu. Saya mah percaya-percaya aja, yang penting anaknya sekolahnya bener, sekolah sih dimana aja”[4].

Dari hasil wawancara di atas, terlihat bahwa orang tua selalu ingin yang terbaik untuk anaknya, sehingga membebaskan anaknya untuk bersekolah sesuai dengan keinginan mereka. Kemudian adanya kepercayaan dari orang tua kepada sekolah, sehingga ini menjadi modal untuk kebertahanan sekolah dalam masyarakat, khususnya desa tanjung burung. Namun ada beberapa anak yang tidak mau sekolah di SMP ini, menurut penuturan orang tuanya, ia tidak mau sekolah di SMP ini karena tidak ada teman. Teman-temannya memilih sekolah di kampung melayu yang jaraknya cukup jauh dari rumah mereka, berikut kutipan wawancara kami:

“saya sih ngebebasin anak buat sekolah dimana aja, tapi anaknya ngga mau sekolah di SMP ini, katanya sih karena ngga ada temennya, yang sekolah di SMP itu kan laki semua. Padahal kan kalo sekolah di SMP ini deket dari rumah, tapi anaknya ngga mau. Terus juga pada pengen sekolah yang jauh, pengen cari pengalaman gitu. Saya sih terserah anak aja yang penting sekolahnya bener[5]”.

Dari kutipan wawancara tersebut, dapat terlihat adanya kepercayaan orang tua, namun kebanyakan anak yang tidak mau sekolah di SMP tersebut. Pola pikir yang menginginkan sekolah yang mempunyai fasilitas yang layak dan menambah pengalaman di luar sana. Dalam hal ini, sarana dan prasarana sangat menunjang bagi ketertarikan siswa dalam proses pembelajaran. Karena kurikulum sekarang merupakan kurikulum KTSP, dimana siswa yang haru aktif sementara guru hanya menjadi fasilitator. Untuk itu, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai sehingga proses pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan bagi peserta didik.
SMP Bhakti Karya perlu mendapat perhatian yang lebih dalam pembangunannya, supaya dapat digunakan dengan layak, nyaman, dan para siswapun menjadi betah untuk melakukan proses pembelajaran. Dengan kondisi bangunan yang sudah memenuhi syarat dari ketentuan pembangunan sekolah, para siswa tidak lagi untuk meninggalkan sekolah. Para guru pun akan dengan senang hati menjadi guru dan mengajar di SMP Bhakti Karya. Dengan demikian, SMP ini akan semakin diminati warga sekitar dan dengan pasti SMP Bhakti Karya akan tetap ada.
Kebertahanan sekolah dapat dilihat dari beberapa aspek salah satunya adalah modal sosial. Modal sosial adalah suatu konsep dengan berbagai definisi yang saling terkait, yang didasarkan pada nilai jaringan sosial, disini modal sosial merupakan bagian-bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi. Modal sosial juga didefinisikan sebagai kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu dari masyarakat tersebut. Selain itu, konsep ini juga diartikan sebagai serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama[6].
Fukuyama (1995) mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Adapun Cox (1995) mendefinisikan, modal sosial sebagai suatu rangkian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama[7].
Dari pengertian tersebut, apabila kita kaitkan dengan kebertahanan SMP Bhakti Karya Pantura maka akan menemukan keterkaitan. Karena tidak mungkin dapat bertahan tanpa adanya modal sosial, di dalam modal sosial jaringan merupakan asset yang sangat penting. Disini, jaringan memberikan dasar bagi kohesi sosial karena mendorong orang bekerja sama satu sama lain, dan tidak sekedar dengan orang yang mereka kenal secara langsung, untuk memperoleh manfaat timbal balik. Pada awalnya, gagasan yang menggambarkan ikatan sosial sebagai bentuk modal hanya sekedar metafora. Menurut Robert Putnam, paling tidak hal ini ditemukan enam kali selama abad ke-20, dan setiap kali ditemukan menyatakan bahwa menggunakan hubungan untuk bekerja sama membantu orang memperbaiki kehidupan mereka (Putnam,2000; 19; Woolcock, 1998)[8].



PENUTUP
Pendidikan akan menjadi bermakna bila dapat diakses oleh setiap warga Negara. Tujuan dari pendidikan bukan saja pada pemberian materi-materi sebagai landasan pengetahuan dan keterampilan saja, dimana pemberian materi dan keterampilan ini bertujuan mempengaruhi perkembangan intelektual anak. Tetapi juga harus mengarah pada pembentukan moral dari peserta didik tersebut. Seperti yang dialami di desa Tanjung Burung, pendidikan yang minim membuat seorang warga berinisiatif untuk mendirikan sekolah yang dapat diakses dengan mudah oleh warga sekitar, yaitu SMP Bhakti Karya Pantura. Dengan bantuan dari sekolah induk sehingga SMP ini dapat berjalan. Meskipun dengan fasilitas yang minim dan serba keterbatasan dana, namun sekolah ini masih dapat bertahan. Kebertahanan sekolah dapat dilihat dari beberapa aspek salah satunya adalah modal sosial. Modal sosial adalah suatu konsep dengan berbagai definisi yang saling terkait, yang didasarkan pada nilai jaringan sosial, disini modal sosial merupakan bagian-bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi.


DAFTAR PUSTAKA


Sumber bacaan:
Field, John. 2010. Modal sosial. Bantul: Kreasi wacana.
Tim Dosen Kewarganegaraan UNJ. 2010. Pokok-pokok Materi Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Edisi Revisi. Jakarta: Jurusan MKU FIS.

Sumber lain:
Diakses melalui, Modal sosial, definisi, dimensi dan tipologi.pdf



[1] Tim Dosen Kewarganegaraan UNJ. 2010. Pokok-pokok Materi Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Edisi Revisi. Jakarta: Jurusan MKU FIS. Hlm 185
[2] Hasil wawancara dengan pak Ahmad (Kepala Yayasan SMP Bhakti Karya Pantura)
[3] Hasil wawancara dengan Mursin dan Diding (siswa SMP Bhakti Karya Pantura)
[4] Hasil wawancara dengan ibu ropiah (orang tua siswa)
[5] Hasil wawancara dengan ibu maesaroh (warga setempat)
[6] Diakses melalui  http://id.wikipedia.org/wiki/Modal_sosial, pada tanggal 5 Mei 2012, pukul 16.30 WIB
[7] Diakses melalui, Modal sosial, definisi, dimensi dan tipologi.pdf, pada tanggal 7 Juni 2012, pukul 15.00 WIB
[8] John Field, 2010. Modal sosial. Bantul: Kreasi wacana. Hlm 18