Modal Sosial
Pendidikan: Instrumen Kebertahanan Institusi Pendidikan Lokal
Studi Kasus: SMP Bhakti
Karya Pantura, Ds. Tanjung Burung, Kec. Teluknaga, Kab. Tangerang
Disusun oleh :
Anisatun Nahdiyah (4815107133)
Feni Kartika (4815107119)
Indria Retna Mutiar (4815107123)
Muh. Utsman (4815107128)
Sugihwan (4815107140)
PENGANTAR
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan yang peranannya sangat penting, karena sekolah
disini menjadi suatu lembaga formal, yang berfungsi sebagai penyalur
bakat-bakat individu. Disini sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang
berperan penting di dalam penyaluran bakat-bakat setiap individu, dimana di
dalam pendidikan terdapat fungsi-fungsi yang akan mengarahkan individu pada
kedewasaan baik secara fisik maupun mental. Selain itu, tujuan dari pendidikan
itu bukan saja pada pemberian materi-materi sebagai landasan pengetahuan dan
keterampilan saja, dimana pemberian materi dan keterampilan ini bertujuan
mempengaruhi perkembangan intelektual anak. Tetapi juga harus mengarah pada
pembentukan moral dari peserta didik tersebut. Disini, peran sekolah khususnya
peran pendidik (guru) sangatlah berpengaruh untuk tercapainya tujuan dari
pendidikan tersebut.
Dalam
hal ini, terlihat jelas bahwa peran sekolah di dalam masyarakat, sekolah bukanlah
sebuah ajang komersialisasi, namun peran sekolah seharusnya dapat menjadi
perantara bagi individu dalam mengembangkan potensi-potensinya. Pendidikan
tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat kota, namun pendidikan juga
seharusnya dapat diakses oleh masyarakat pedesaan, seperti yang tertera pada
pasal 31 ayat 1 yaitu, setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan[1].
Dari pernyataan tersebut terlihat jelas, bahwa pendidikan itu harus merata
sehingga dapat diakses oleh seluruh warga Negara Indonesia.
Penelitian yang kami
lakukan adalah tentang lembaga pendidikan (sekolah) SMP Bhakti Karya di Desa
Tanjung Burung, yang keberadaannya menjadi dilematis, karena sedikitnya minat
anak untuk bersekolah, ini terlihat dari jumlah siswa yang ada di sekolah tersebut.
Padahal, SMP Bhakti Karya Pantura merupakan satu-satunya SMP yang ada di desa
tersebut. Hal seperti ini perlu dikaji lebih dalam lagi, sehingga kita dapat
mengetahui penyebab yang mendasarinya. Untuk itu, kami melakukan penelitian
baik dengan pengamatan maupun wawancara langsung dengan masyarakat di desa
tersebut, agar data yang diperoleh akurat.
SEKILAS TENTANG
DESA TANJUNG BURUNG
Situasi
Gambaran Umum Desa Tanjung Burung
Desa
Tanjung Burung terletak di Sebelah
Utara Laut Jawa, Sebelah Timur
Desa Tanjung Pasir, Desa Tegalangus dan Desa Pangkalan, Sebelah Selatan
Desa Pangkalan dan Desa Kp. Melayu Barat,
Sebelah Barat
Kali Cisadane, Desa Kalibaru dan Desa Kohod.
Adapun luas wilayahnya yaitu 864 ha, terdiri dari : tanah pemukiman 170 ha,
tanah perkuburan 1.500 M2, lahan pertanian 122 ha, lahan pertambakan 320 ha,
dan peternakan 42 ha. Secara umum
keadaan topografi Desa Tanjung Burung adalah merupakan daerah Daratan datar,
Iklim Desa Tanjung Burung, sebagaimana Desa - desa lain di Wilayah Indonesia mempunyai
Iklim kemarau dan penghujan.
Keadaan
Sosial Desa Tanjung Burung
Kondisi Sosial Desa Tanjung Burung terdiri dari
masyarakat yang heterogen yang ditambah penduduk
pendatang untuk bekerja sebagai buruh Pabrik. Desa Tanjung Burung terdiri dari :
Jumlah Penduduk per Juli 2010 berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2010 dengan
jumlah jiwa :
Tabel 1
Jumlah penduduk
berdasarkan sensus penduduk tahun 2010
Laki
– laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
3.794
|
3.597
|
7.391
|
Sumber:
Sistem pendataan desa dan kelurahan tahun 2010, Desa Tanjung Burung, Kecamatan
Teluknaga Kabupaten Tangerang
Tabel 2
Penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya
TDK TMT SD
|
SD
|
SMP
|
SLTA
|
D.1,2,3
|
S1
|
S2
|
1126
|
680
|
680
|
521
|
8
|
47
|
3
|
Sumber:
Sistem pendataan desa dan kelurahan tahun 2010, Desa Tanjung Burung, Kecamatan
Teluknaga Kabupaten Tangerang
Tabel 3
Penduduk Berdasarkan Agama
Islam
|
Budha
|
Hindu
|
Katolik
|
Protestan
|
6.338
|
853
|
0
|
16
|
170
|
Sumber:
Sistem pendataan desa dan kelurahan tahun 2010, Desa Tanjung Burung, Kecamatan
Teluknaga Kabupaten Tangerang
Kondisi Penduduk Desa Tanjung
Burung
Keadaan Ekonomi
Secara umum dapat dijelaskan bahwa Desa Tanjung
Burung bermata pencaharian Pedagang, Buruh, Karyawan Swasta, Pegawai Negeri
Sipil, merupakan potensi yang sangat besar, sedangkan ABRI, Petani, pertukangan
dan pensiunan jumlahnya relatif kecil. Tingkat kesejahteraan secara tabelaris
adalah :
Tabel 4
Tingkat
Kesejahteraan Masyarakat : (
dalam KK / jiwa )
Kaya
|
Sedang
|
Kurang Mampu
|
277
|
500
|
740
|
Sumber:
Sistem pendataan desa dan kelurahan tahun 2010, Desa Tanjung Burung, Kecamatan
Teluknaga Kabupaten Tangerang
Kondisi
sarana dan prasarana umum Desa Tanjung Burung secara garis besar adalah sebagai
berikut :
Tabel 5
Kondisi Sarana dan Prasarana
SD
|
TK
|
Madrasah
|
Lemb
Pend.
Agama/Kursus/Pesantren
|
Jalan Kampung/Desa
(m)
|
Jembatan
(Unit)
|
Sarana
peribadatan Lainnya
|
Sarana Olah
Raga
|
Masjid /
Mushola
|
2
|
1
|
1
|
|
17201
|
1
|
1
|
-
|
17
|
Sumber:
Sistem pendataan desa dan kelurahan tahun 2010, Desa Tanjung Burung, Kecamatan
Teluknaga Kabupaten Tangeran
Kondisi Pemerintah Desa
Pembagian Wilayah Desa Tanjung
Burung meliputi :
Tabel
6
Wilayah
Administrasi Pemerintahan Desa
Dusun
|
RW
|
RT
|
7
|
8
|
16
|
Sumber: Sistem pendataan desa dan kelurahan tahun 2010,
Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang
KONTEKS SEJARAH BERDIRINYA SMP BHAKTI KARYA PANTURA
Pendidikan
merupakan sarana untuk mencapai pembangunan Sumber Daya Manusia, karena dengan
pendidikan potensi-potensi yang ada di
dalam diri seseorang dapat terealisasikan. Seperti di Desa Tanjung Burung yang
merupakan desa yang cukup terpencil, namun memiliki kesadaran tentang
pentingnya pendidikan. Di desa tanjung burung ini terdapat satu SMP, yaitu SMP
Bhakti Karya Pantura yang merupakan satu-satunya SMP yang ada di desa tersebut.
SMP ini didirikan oleh pak Ahmad Sarnubi, dulunya SMP ini adalah sebuah Madrasah
yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang agama pada masyarakat
setempat. Sekolah ini didirikan pada tahun 1989-an, dan sempat tidak berfungsi
(mati). Sampai pada akhirnya, pada tahun 2010, Pak Akhmad selaku ketua yayasan
SMP Bhakti Karya memiliki keinginan untuk membangun SMP. SMP ini bertujuan
untuk memfasilitasi anak-anak kurang mampu yang memiliki keinginan untuk
bersekolah, juga untuk memudahkan dalam mengakses pendidikan, yang pada saat
itu tidak adanya SMP di desa tersebut.
Adapun dana
dari pembangunan sekolah ini yaitu berasal dari dana swadaya masyarakat. Tidak
adanya campur tangan dari pemerintah, sehingga seringkali kesulitan dalam
pemenuhan sarana dan prasarana. Jumlah guru yang mengajar di sekolah ini yaitu
berjumlah sekitar 12 orang, 12 orang ini berasal dari luar desa. Sementara itu,
jumlah siswa SMP Bhakti Karya Pantura sekitar 10 orang yang masih bertahan,
dimana siswanya anak laki-laki semua, yaitu kelas VII ada 2 orang siswa dan
kelas VIII berjumlah 8 siswa. Tetapi, pada saat ini jumlah keseluruhan siswa
ada 9 orang siswa. Proses pembelajaranya berlangsung setiap hari senin sampai
jumat, masuk jam 13.00-17.00 dengan waktu istirahat dari pukul 15.15-16.00[2]. Berikut
ini kutipan wawancara dengan Pak Ahmad selaku ketua yayasan SMP Bhakti Karya
Pantura:
“SMP ini didirikan karena saya punya keinginan untuk membangun masyarakat
sini melalui pendidikan, terus juga belum ada SMP disini. Tapi SMP ini sampe
sekarang belum dapet BOS (Bantuan Operasional Sekolah), padahal udah ngajuin ke
sekolah induk. SMP ini kan nginduk ma sekolah
. Jadi kadang-kadang gurunya ngga di bayar sampe tiga bulanan, tapi
gurunya ngajar dengan sukarela”.
Dari hasil
wawancara diatas, terlihat bahwa alasan yang mendasari keberadaan SMP Bhakti
Karya Pantura adalah untuk meningkatkan pendidikan yang ada di desa tersebut,
dengan membangun lembaga pendidikan (sekolah) merupakan langkah awal dalam
membangun masyarakat setempat. Pendidikan merupakan pondasi awal dalam
membangun masyarakat khususnya dalam mengembangkan Sumber Daya Manusia-nya.
Sekolah tidak dapat berjalan tanpa adanya murid serta pengajar, karena murid
dan pengajar merupakan komponen utama dalam pembelajaran. Dalam konteks sejarah
berdirinya SMP Bhakti Karya ini, dijunjung dengan nilai-nilai sukarela dari
para pengajarnya, ini membuktikan bahwa pendidikan bukanlah ajang
komersialisasi, namun pendidikan harus mampu menaungi masyarakat, sehingga
masyarakat khususnya masyarakat menengah bawah dapat mengenyam pendidikan.
Berikut ini merupakan kondisi halaman sekolah maupun ruangan SMP Bhakti Karya:
Dari gambar
tersebut, dapat terlihat kondisi sekolah yang kurang nyaman untuk melaksanakan
proses belajar mengajar. Proses pembelajaran bukan saja terletak pada kemampuan
seorang pendidik dalam menyampaikan materi, namun proses pembelajaran juga
harus diimbangi dengan kondisi yang nyaman untuk siswa serta bahan ajar yang
lengkap dengan fasilitas yang tersedia di dalam sekolah.
Dinamika Keberlangsungan SMP Bhakti Karya
Keberlangsungan SMP Bhakti Karya ini di dorong oleh motivasi Pak Ahmad
untuk memperbaiki pendidikan di desa tanjung burung, hal ini menjadi salah satu
pendorong bertahannya SMP tersebut. Meskipun secara fisik SMP ini masih
memiliki kekurangan, namun semangat Pak Ahmad untuk terus memajukan pendidikan
di desanya sangatlah tinggi. Sekolah ini telah berjalan selama hampir dua tahun
dan memiliki dua angkatan, yaitu kelas VII dan VIII, angkatan kelas VII terdiri
dari 2 orang siswa dan kelas VIII berjumlah 8 siswa. Siswa-siswa tersebut
memiliki keinginan sekolah yang kuat namun keadaan ekonomi yang lemah, sehingga
mereka memilih untuk sekolah SMP ini,
selain tidak adanya pungutan biaya juga secara geografis jaraknya dekat dari
rumah mereka.
Adapun tenaga pengajar di sekolah
ini merupakan relawan dari luar desa, dengan jumlah pengajar 12 orang. Proses
pembelajaran berjalan dari hari senin hingga kamis, jumat dan sabtu sering
digunakan siswa untuk mengantarkan tamu-tamu desa yang ingin pergi memancing. Proses
pembelajaran yang dimulai pada pukul 13.00 ini disebabkan pada pagi hari
gurunya mengajar di sekolah lain, sehingga terkadang tidak berjalannya proses
pembelajaran. Disebabkan karena gurunya yang tidak hadir, sehingga siswanya pun
menjadi malas. Berikut hasil wawancara kami dengan salah satu siswa SMP Bhakti
Karya Pantura:
“saya milih sekolah sekolah
disini soalnya deket jadi ngga usah pake ongkos, tapi ya gitu.. kadang gurunya
ngga masuk. Kita udah berangkat dari rumah tapi balik lagi gara-gara ngga ada
gurunya. Jadi ya kadang males, kita sih pengen supaya guru-gurunya itu sering
masuk, biar kita bisa sekolah. Iyah, sekolah disini ngga bayar cuma bayar kalo
beli LKS aja. Ngga enaknya muridnya dikit, cwo semua lagi”[3].
Dari penuturan siswa yang
masih bertahan di SMP ini, jelas bahwa mereka mempunyai semangat yang tinggi
untuk sekolah. Hal ini seharusnya diperhatikan karena mereka merupakan generasi
penerus bangsa. Pada dasarnya, pendidikan merupakan suatu kebutuhan, walaupun
pada kenyataannya banyak anak yang putus sekolah karena berbagai macam alasan
yang mendasarinya. Seperti yang terjadi di Desa Tanjung Burung ini, rata-rata
anak-anak yang bersekolah di SMP Bhakti Karya merupakan anak-anak dengan
kondisi ekonomi lemah namun mereka memiliki semangat untuk sekolah. Sehingga
sebagian dari mereka membagi waktu antara sekolah dan bekerja. Kondisi seperti
ini belum cukup diperhatian oleh pemerintah, karena banyak dari mereka belum
mendapatkan pendidikan yang layak, sangat berbeda dengan kalangan-kalangan
menengah atas yang dapat menikmati pendidikan tinggi dengan fasilitas yang memadai.
Ini menjadi sangat tidak adil, karena pada kenyataannya pendidikan itu
merupakan hak bagi seluruh rakyat indonesia, seperti yang telah kami sebutkan
pada latar belakang tulisan ini. Berikut ini, tabel siswa SMP Bhakti Karya:
Tabel 7
Daftar Siswa
SMP Bhakti Karya Pantura
Tanjung
Burung
NOMOR
|
NAMA
SISWA
|
L/P
|
TEMPAT,
TGL LAHIR
|
ALAMAT
|
ASAL
SEKOLAH
|
NAMA
ORTU
|
PEKERJAAN
ORTU
|
|
URUT
|
INDUK
|
|||||||
1
|
100117001
|
MUHAMAD ASHAF FAISAL
|
L
|
TNG,
20 - 08 - 1996
|
TJ. BURUNG - CIRUMPAK RT. 13/07
|
SDN
TANJUNG BURUNG
|
ANANG
|
BURUH
|
|
|
|
|
|
DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA
|
|
|
|
2
|
100117002
|
MUHAMAD ARWAN
|
L
|
TNG,
11 - 02 - 1996
|
TJ. BURUNG - RT. 12/06
|
SDN
TANJUNG BURUNG
|
WARDIANSYAH
|
BURUH
|
|
|
|
|
|
DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA
|
|
|
|
3
|
100117003
|
MUHAMAD DIDING GUNAWAN
|
L
|
TNG,
14 -01 - 1997
|
TJ. BURUNG - RT. 12/06
|
SDN
TANJUNG BURUNG
|
PULUNG
|
BURUH
|
|
|
|
|
|
DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA
|
|
|
|
4
|
100117004
|
MUHAMAD MUSLIH RAMADHONI
|
L
|
TNG,
14 - O1 - 1997
|
TJ. BURUNG - RT. 12/06
|
SDN
TANJUNG BURUNG
|
WANDI
|
BURUH
|
|
|
|
|
|
DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA
|
|
|
|
5
|
100117005
|
MUHAMAD MUSLIM RAMADHANI
|
L
|
TNG,
14 - 01 - 1997
|
TJ. BURUNG - RT. 12/06
|
SDN
TANJUNG BURUNG
|
WANDI
|
BURUH
|
|
|
|
|
|
DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA
|
|
|
|
6
|
100117006
|
MUHAMAD SUJA
|
L
|
TNG,
25 - 04 - 1998
|
TJ. BURUNG - CIRUMPAK RT. 13/07
|
SDN
TANJUNG BURUNG
|
NURDIN
|
BURUH
|
|
|
|
|
|
DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA
|
|
|
|
7
|
100117007
|
MURSIN
|
L
|
TNG,
01 - 06 - 1997
|
TJ. BURUNG - RT. 12/06
|
SDN
TANJUNG BURUNG
|
SABIHIM
|
BURUH
|
|
|
|
|
|
DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA
|
|
|
|
8
|
100117008
|
SINTA
|
L
|
TNG,
01 - 01 - 1997
|
TJ. BURUNG - CIRUMPAK RT. 13/07
|
SDN
TANJUNG BURUNG
|
TIHAR
|
BURUH
|
|
|
|
|
|
DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA
|
|
|
|
9
|
100117009
|
MUHAMAD SAHURI
|
L
|
TNG,
01 - 01 - 1997
|
TJ. BURUNG BETING
|
SDN
TANJUNG BURUNG
|
MISAN
LAUNG
|
BURUH
|
|
|
|
|
|
DS. TJ, BURUNG KEC. TELUKNAGA
|
|
|
|
10
|
100117010
|
PARMAN
|
L
|
TNG,
14 - 01 - 1997
|
TJ. BURUNG - RT. 12/06
|
SDN
TANJUNG BURUNG
|
MARYASIN
|
BURUH
|
Sumber: dokumentasi SMP
Bhakti Karya Pantura
Dari data tersebut, terlihat jelas bahwa anak-anak yang bersekolah di SMP
Bhakti Karya berasal dari keluarga yang kurang mampu, namun mereka memiliki
semangat tinggi dalam sekolah. Karena, apabila mereka memilih sekolah jauh maka
akan mengeluarkan ongkos, dan itu menjadi salah satu kendalanya.
ASPEK KEBERTAHANAN SEKOLAH
Walaupun SMP Bhakti Karya merupakan satu-satunya SMP
yang ada di desa tanjung burung, namun hanya segelintir anak yang bersekolah di
SMP tersebut. Hal ini menjadi dilematis bagi
keberlangsungan dari kegiatan pembelajaran di sekolah tersebut. Setelah kami menelusuri,
dan memperoleh beberapa informan yang merupakan penduduk asli desa tanjung
burung, bahwa mereka khususnya para orang tua menginginkan anaknya sekolah yang
tinggi, dengan adanya SMP Bhakti Karya ini dapat memudahkan mereka dalam
mengakses pendidikan. Akan tetapi banyak mindset anak yang ingin sekolah jauh
di luar desa untuk menambah prestise dan pergaulan. Padahal jika mereka
bersekolah di SMP ini, mereka akan hemat biaya/ongkos dan tenaga karena dekat
dengan rumah mereka serta sistem pembelajaran yang sama karena SMP ini
bekerjasama dengan SMP Boring. Sebagian besar anak-anak yang telah lulus SMA
tidak lagi melanjutkan ke perguruan tinggi, banyak dari mereka yang memilih
untuk bekerja ataupun menikah.
Disini, peran orang tua sebagai agen
sosialisasi primer sangat menunjang bagi pemahaman anak tentang pendidikan,
karena dari orang tualah pertama kali mendapatkan sosialisasi niai-nilai.
Berikut ini kutipan wawancara kami dengan salah satu orang tua siswa SMP Bhakti
Karya pantura:
“kalo saya sih pengen
anak-anak saya sekolah tinggi, apalagi sekarang udah ada SMP yang deket, tapi
saya mah terserah anaknya aja mau sekolah dimana, eh anak saya juga dua-duanya
milih sekolah disitu. Saya mah percaya-percaya aja, yang penting anaknya
sekolahnya bener, sekolah sih dimana aja”[4].
Dari hasil wawancara di atas, terlihat bahwa orang tua
selalu ingin yang terbaik untuk anaknya, sehingga membebaskan anaknya untuk
bersekolah sesuai dengan keinginan mereka. Kemudian adanya kepercayaan dari
orang tua kepada sekolah, sehingga ini menjadi modal untuk kebertahanan sekolah
dalam masyarakat, khususnya desa tanjung burung. Namun ada beberapa anak yang
tidak mau sekolah di SMP ini, menurut penuturan orang tuanya, ia tidak mau
sekolah di SMP ini karena tidak ada teman. Teman-temannya memilih sekolah di
kampung melayu yang jaraknya cukup jauh dari rumah mereka, berikut kutipan
wawancara kami:
“saya
sih ngebebasin anak buat sekolah dimana aja, tapi anaknya ngga mau sekolah di
SMP ini, katanya sih karena ngga ada temennya, yang sekolah di SMP itu kan laki
semua. Padahal kan kalo sekolah di SMP ini deket dari rumah, tapi anaknya ngga
mau. Terus juga pada pengen sekolah yang jauh, pengen cari pengalaman gitu.
Saya sih terserah anak aja yang penting sekolahnya bener[5]”.
Dari kutipan
wawancara tersebut, dapat terlihat adanya kepercayaan orang tua, namun
kebanyakan anak yang tidak mau sekolah di SMP tersebut. Pola pikir yang
menginginkan sekolah yang mempunyai fasilitas yang layak dan menambah
pengalaman di luar sana. Dalam hal ini, sarana dan prasarana sangat menunjang
bagi ketertarikan siswa dalam proses pembelajaran. Karena kurikulum sekarang
merupakan kurikulum KTSP, dimana siswa yang haru aktif sementara guru hanya
menjadi fasilitator. Untuk itu, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai
sehingga proses pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan bagi peserta
didik.
SMP Bhakti
Karya perlu mendapat perhatian yang lebih dalam pembangunannya, supaya dapat
digunakan dengan layak, nyaman, dan para siswapun menjadi betah untuk melakukan
proses pembelajaran. Dengan kondisi bangunan yang sudah memenuhi syarat dari
ketentuan pembangunan sekolah, para siswa tidak lagi untuk meninggalkan
sekolah. Para guru pun akan dengan senang hati menjadi guru dan mengajar di SMP
Bhakti Karya. Dengan demikian, SMP ini akan semakin diminati warga sekitar dan
dengan pasti SMP Bhakti Karya akan tetap ada.
Kebertahanan sekolah dapat dilihat dari beberapa aspek salah satunya
adalah modal sosial. Modal sosial adalah suatu konsep
dengan berbagai definisi yang saling terkait, yang didasarkan pada nilai jaringan sosial, disini modal sosial merupakan
bagian-bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi
tindakan-tindakan yang terkoordinasi. Modal sosial juga didefinisikan sebagai
kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau
bagian-bagian tertentu dari masyarakat tersebut. Selain itu, konsep ini juga
diartikan sebagai serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki bersama
di antara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama[6].
Fukuyama (1995) mendefinisikan,
modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki
bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama
diantara mereka. Adapun Cox (1995) mendefinisikan, modal sosial sebagai suatu rangkian
proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan
kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan
dan kebajikan bersama[7].
Dari pengertian
tersebut, apabila kita kaitkan dengan kebertahanan SMP Bhakti Karya Pantura
maka akan menemukan keterkaitan. Karena tidak mungkin dapat bertahan tanpa
adanya modal sosial, di dalam modal sosial jaringan merupakan asset yang sangat
penting. Disini, jaringan memberikan dasar bagi kohesi sosial karena mendorong
orang bekerja sama satu sama lain, dan tidak sekedar dengan orang yang mereka
kenal secara langsung, untuk memperoleh manfaat timbal balik. Pada awalnya,
gagasan yang menggambarkan ikatan sosial sebagai bentuk modal hanya sekedar
metafora. Menurut Robert Putnam, paling tidak hal ini ditemukan enam kali
selama abad ke-20, dan setiap kali ditemukan menyatakan bahwa menggunakan
hubungan untuk bekerja sama membantu orang memperbaiki kehidupan mereka
(Putnam,2000; 19; Woolcock, 1998)[8].
PENUTUP
Pendidikan akan menjadi
bermakna bila dapat diakses oleh setiap warga Negara. Tujuan
dari pendidikan bukan saja pada pemberian materi-materi sebagai landasan
pengetahuan dan keterampilan saja, dimana pemberian materi dan keterampilan ini
bertujuan mempengaruhi perkembangan intelektual anak. Tetapi juga harus
mengarah pada pembentukan moral dari peserta didik tersebut. Seperti yang dialami di desa Tanjung Burung,
pendidikan yang minim membuat seorang warga berinisiatif untuk mendirikan
sekolah yang dapat diakses dengan mudah oleh warga sekitar, yaitu SMP Bhakti
Karya Pantura. Dengan bantuan dari sekolah induk sehingga SMP ini dapat berjalan.
Meskipun dengan fasilitas yang minim dan serba keterbatasan dana, namun sekolah
ini masih dapat bertahan. Kebertahanan sekolah dapat dilihat dari beberapa aspek
salah satunya adalah modal sosial. Modal sosial adalah suatu konsep
dengan berbagai definisi yang saling terkait, yang didasarkan pada nilai jaringan sosial, disini modal sosial merupakan
bagian-bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi
tindakan-tindakan yang terkoordinasi.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber
bacaan:
Field,
John. 2010. Modal sosial. Bantul: Kreasi wacana.
Tim Dosen Kewarganegaraan UNJ. 2010. Pokok-pokok
Materi Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Edisi Revisi. Jakarta: Jurusan MKU
FIS.
Sumber
lain:
Diakses melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Modal_sosial
Diakses melalui, Modal sosial, definisi, dimensi dan tipologi.pdf
[1] Tim
Dosen Kewarganegaraan UNJ. 2010. Pokok-pokok Materi Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan Edisi Revisi. Jakarta: Jurusan MKU FIS. Hlm 185
[2] Hasil wawancara
dengan pak Ahmad (Kepala Yayasan SMP Bhakti Karya Pantura)
[3] Hasil
wawancara dengan Mursin dan Diding (siswa SMP Bhakti Karya Pantura)
[4] Hasil
wawancara dengan ibu ropiah (orang tua siswa)
[5] Hasil
wawancara dengan ibu maesaroh (warga setempat)
[6]
Diakses melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Modal_sosial, pada
tanggal 5 Mei 2012, pukul 16.30 WIB
[7] Diakses melalui, Modal sosial, definisi, dimensi dan tipologi.pdf,
pada tanggal 7 Juni 2012, pukul 15.00 WIB
[8] John
Field, 2010. Modal sosial.
Bantul: Kreasi wacana. Hlm 18