Jumat, 25 Januari 2013

Pengembangan Budidaya Ikan dan Ekstensifikasi Lahan Tambak (Studi di Tanjung Burung)


Pengembangan Budidaya Ikan dan Ekstensifikasi Lahan Tambak
(Studi di Tanjung Burung)




Disusun oleh :
Adwi Rinanto            
Aris Gatot Sunandar  
Bambang Afriadi       
Fety Mahyadiarni       
Julya Nurani               

Abstrak
Segala macam potensi daerah saat ini menjadi titik pusat perhatian bagi perkembangan daerah. Begitupun dengan Desa Tanjung Burung dimana segala aspek potensi yang ada kini mulai dikembangkan secara bersama berdasarkan asas-asas tertentu. Potensi pengembangan budidaya ikan yang baik membuat banyak investor melirik untuk melakukan usaha pertambakan di Desa Tanjung Burung. Pengembangan budidaya ikan dan Ekstensikasi lahan tambak dilakukan tidak hanya dipengaruhi oleh berbagai faktor pendorong tetapi adapula faktor penghambat pengembangannya.

Pengantar
            Desa Tanjung Burung merupakan desa yang terletak di Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Tangerang. Desa Tanjung Burung merupakan daerah yang letaknya dekat dengan laut sehingga memiliki banyak potensi yang banyak dilirik baik oleh Pemerintah Pusat maupun Investor asing.
Makalah ini akan menyajikan pengembangan budidaya ikan dan ekstensifikasi lahan tambak di Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Tangerang. Tulisan ini berisi bagaimana cara pengembangan budidaya ikan dan ekstensifikasi lahan tambak dengan berbagai faktor yang mempengaruhi keberlangsungan serta potensi daerah yang ada.
Tulisan ini akan dibahas dalam beberapa bagian. Pertama, pengantar terkait dengan keterangan awal yang menggambarkan penjelasan gagasan sehingga memudahkan pembaca mengetahui isi dari makalah ini. Kedua, mengenai deskripsi wilayah Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Tangerang dengan batasan-batasannya serta diiringi dengan visi dan misi Desa Tanjung Burung.
Ketiga, membahas tentang pengembangan budidaya ikan dengan penjelasan berdasarkan pembagian fase-fase umur ikan saat dibudidayakan di daerah pertambakan Desa Tanjung Burung. Bagian Keempat, menjelaskan tentang sistem pengelolaan lahan tambak serta struktur kepemilikan lahan tambak Desa Tanjung Burung, Tangerang. Bagian Kelima, menjelaskan tentang ekstensifikasi lahan tambak di Desa Tanjung Burung serta membahas mengenai teori Agraria sebagai pendukung dari terbentuknya tulisan ini. Bagian terakhir, menjelaskan kesimpulan dari pengembangan budidaya ikan dan ekstensifikasi lahan tambak di Desa Tanjung Burung, Tangerang.

Deskripsi Wilayah
Desa Tanjung Burung adalah Desa yang terletak di daerah pesisir pantai dibagian utara, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten. Desa Tanjung Burung berdiri sejak tahun 1984 dengan luas wilayah 864 ha. Desa Tanjung Burung dikepalai oleh seorang Kepala desa. Saat ini nama Bapak Kepala Desa Tanjung Burung adalah Bapak Rusdiono.
Transportasi untuk mencapai wilayah Desa Tanjung Burung sebagian besar dapat ditempuh dengan angkutan umum baik sepeda motor maupun mobil. Akan tetapi ada beberapa wilayah yang hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Suasana sebelum memasuki Desa Tanjung Burung melewati daerah Kampung Melayu Teluk Naga. Kondisi fisik jalan menuju Desa Tanjung Pasir dari arah Bandara Soekarno Hatta cukup baik karena sudah beraspal meskipun ada beberapa jalan yang berlubang. Jalan berlubang tersebut tidak begitu mengganggu perjalanan menuju arah Desa Tanjung Burung.
Desa Tanjung Burung memiliki visi, yaitu:
“Mewujudkan Desa Tanjung Burung sebagai Desa yang maju, Mandiri dan sejahtera, yang mengedepankan pelayanan Publik yang prima dan Transparan, serta lingkungan Masyarakat yang aman dan beriman”
            Selain penyusunan visi juga telah ditetapkan misi-misi yang memuat suatu pernyataan. Pernyataan tersebut harus dilaksanakan oleh warga Desa Tanjung Burung guna tercapainya visi desa tersebut. Posisi Visi berada di atas posisi Misi. Pernyataan Visi kemudian dijabarkan kedalam misi agar dapat dioperasionalkan atau dikerjakan.
            Sebagaimana penyusunan Visi, Misi-pun dalam penyusunannya menggunakan pendekatan partisipatif, dan pertimbangan potensi dan kebutuhan Desa Tanjung Burung. Sebagaimana proses yang dilakukan maka misi Desa Tanjung Burung  adalah :
1.      Mendukung pengembangan dan peningkatan produktifitas sektor pertanian melalui pembangunan sarana irigasi, dan
2.      Mengembangkan sektor usaha kecil menengah masyarakat melalui pengembangan pinjaman modal usaha,
            Secara umum, keadaan tofografi Desa Tanjung Burung merupakan daerah Daratan yang datar. Iklim Desa Tanjung Burung, sebagaimana desa-desa lain di Wilayah Republik Indonesia yaitu mempunyai Iklim Tropis. Wilayah yang memiliki iklim tropis yang dimana didalamnya terdapat dua musim yaitu, musim kemarau dan musim penghujan membuat wilayah Desa Tanjung Burung memiliki heterogenitas dalam sub mata pencaharian. Kondisi sosial heterogenitas yang tinggi di Desa Tanjung Burung disebabkan oleh Desa Tanjung Burung terdiri dari masyarakat yang Heterogen yang ditambah penduduk pendatang untuk bekerja sebagai buruh Pabrik.



            Jumlah Penduduk per Juli 2010  berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2010 dalam jumlah jiwa, yaitu :
Tabel 1.1
Jumlah Penduduk[1][1]
Laki – laki
Perempuan
Jumlah
3.794
3.597
7.391

Jumlah penduduk laki-laki di Desa Tanjung Burung per Juli 2010 memiliki persentase 51.33%, dibandingkan dengan 48,67% berjenis kelamin perempuan.
 Pembagian Wilayah Desa Tanjung Burung meliputi beberapa Wilayah Administrasi Pemerintahan Desa[2][2], yaitu :

Dusun

RW

RT
7
8
16

Batas Wilayah Desa Tanjung Burung[3][3], yaitu:
·         Sebelah Utara                         : Laut Jawa
·         Sebelah Timur             : Desa Tanjung Pasir, Desa Tegalangus dan Desa Pangkalan
·         Sebelah Selatan           : Desa Pangkalan dan Desa Kp. Melayu Barat
·         Sebelah Barat             : Kali Cisadane, Desa Kalibaru dan Desa Kohod

Pengembangan Budidaya Ikan
Potensi Wilayah Desa Tanjung Burung
Potensi adalah sumberdaya yang berada pada suatu wilayah yang dapat digali dan dimanfaat ataupun dikembangkan. Potensi sumber daya[4][4] ini dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
1.      Potensi Umum            :
            Sumberdaya material yang dapat dimanfaatkan secara bersama atau umum oleh masyarakat,
2.      Potensi Khusus           :
            Semua sumberdaya material dan non material yang dimiliki secara pribadi oleh masyarakat. Adapun Potensi yang dimiliki oleh Desa Tanjung Burung, yaitu:
Ø  Potensi Sumberdaya Alam (SDA) :
·         Luas Desa (luas pemukiman 170 ha,TPU 1500m dan Sumberdaya Air (sumur Pompa 274 unit  pengguna 793 kk dan PAM pengguna 321 kk  semua dalam kondisi Baik )
·         Kondisi Udara tercemar Ringan walaupun tidak memiliki taman Desa


Ø  Potensi Sumberdaya Manusia (SDM) :
·         Usia Produktif                  :
      Desa Tanjung Burung memiliki usia produktif sebanyak 3543 jiwa  dengan persentase sebesar 47,94% dari total jumlah penduduk per Juli 2010 di Desa Tanjung Burung.
·         Tingkat  Pendidikan masyarakat Desa Tanjung Burung, yaitu:
o   Belum Sekolah                    :   1017  Jiwa
o   Usia 7-45 th tidak sekolah  :   1703  Jiwa
o   Tidak tamat  SD/Sederajat:     315  Jiwa
o   Tamat SD/Sederajat            :   1128  Jiwa
o   Tamat SLTP/Sederajat        :     527  Jiwa
o   Tamat SLTA/sederajat        :     189  Jiwa

Permasalahan yang Ada Pada Daerah Pertambakan
Daerah Desa Tanjung Burung merupakan daerah pertanian, namun  seiring berjalannya waktu daerah ini berubah menjadi daerah pertambakan ikan. Hampir sebagian besar daerah ini dijadikan lahan pertambakan. Sebelum dijadikan area pertambakan ikan,  masyarakat di desa Tanjung Burung menggunakan lahannya untuk menanam padi dan tumbuhan komoditas lainnya. Saat itu, hasil dari penanaman padi semakin hari semakin menurun.
Kemudian masyarakat mengalihkan usaha pertaniannya ke pertambakan. Mereka menggunakan atau menyewakan lahan yang mereka miliki untuk di jadikan area tambak. Mayoritas masyarakat yang tinggal di Desa tanjung Burung bekerja di sektor petani  sekaligus pertambakan. Pertambakan di Desa Tanjung Burung dahulunya memiliki komoditas utama yaitu udang windu. Hasil udang windu dari daerah Tanjung Burung sangat terkenal sampai ke Mancannegara pada saat itu, namun terjadi permasalahan yang timbul dari kerusakan yang terjadi pada alam  seperti tercemarnya sungai cisadane dan masalah masalah lainnya.
Masalah adalah segala sesuatu yang dianggap  merugikan atau tidak menyenangkan oleh masyarakat, adapun permasalahan yang ada berdasarkan hasil survey dusun sendiri/Transek oleh Tim Transek di Desa Tanjung Burung.
Masalah yang belum diatasi di Desa Tanjung Burung adalah permasalahan jalan di 21 lokasi Jalan Tanah 1 diantaranya Jalan Hotmik 20 Jalan Paving. Kondisi saluran Air di 14 Lokasi belum dibuat dan turap 5 lokasi belum diperbaiki lokasi harus dilakukan pengerukan lumpur dan melakukan program normalisasi Sungai Cisadane.
Dahulu air Sungai Cisadane memiliki potensi untuk digunakan dalam pertambakan udang windu yang memiliki nilai jual tinggi di masyarakat Indonesia. Saat ini usaha tambak udang windu sudah tidak menjadi komoditas utama bagi pertambakan di Desa Tanjung Burung dikarenakan kondisi Sungai Cisadane saat ini yang sangat menkhawatirkan, bahkan sebenarnya air sungai Cisadane hampir tidak layak untuk digunakan dalam usaha pertambakan. Ketidaklayakan tersebut dikarenakan Sungai Cisadane semakin tercemar oleh berbagai macam materil pencemar.
Materil pencemar tersebut berasal dari air limbah pabrik yang secara tidak bertanggung jawab membuang limbahnya ke sungai saat sore hari ataupun saat hujan tiba dengan tujuan agar tak terlihat warga sekitar maupun aparat daerah. Pada siang hari, Sungai Cisadane terlihat bersih tanpa sampah dan warna air pun kecoklatan. Pencemaran terlihat jelas ketika malam mulai menjelang yaitu saat Sungai Cisadane mengalir disertai oleh kumpulan sampah pada aliran sungainya serta perubahan warna air yang coklat-kehitaman.
Fakta itulah yang terjadi ketika banyak perusahaan yang membuang sampah dan materil limbah lainnya ke Sungai Cisadane. Air Limbah yang dibuang pabrik seharusnya melalui proses pembersihan (sterillisasi) terlebih dahulu agar tidak mencemari sungai. Namun biaya yang cukup tinggi membuat banyak pengusaha-pengusaha ‘nakal’ yang membuang limbah sembarangan.
Warga Desa Tanjung Burung telah beberapakali menemui Pemerintah Daerah Tangerang untuk meminta agar pengusaha ‘nakal’ yang membuang limbah sembarangan dikenakan sanksi yang sesuai dengan peraturan, namun sampai saat ini pemerintah belum memberikan respon terhadap aspirasi  dari warga Desa Tanjung Burung dan seakan kurang peduli dengan nasib para petambak di Desa Tanjung Burung ini.
Melihat hal tersebut, warga tak kehilangan daya juang untuk bersihnya Sungai Cisadane, warga berusaha menemui pengusaha perusahaan yang diduga melakukan kecurangan dalam pembuangan limbah, namun para pengusaha pun menampikkan hal yang menjadi realitas di Desa Tanjung Burung tersebut.
Masalah yang menonjol adalah terjadinya degradasi lingkungan pesisir akibat dari pengelolaan yang tidak benar, Penurunan mutu lingkungan pesisir akibatnya membawa dampak yang sangat serius terhadap produktivitas lahan bahkan sudah sampai pada ancaman terhadap kelangsungan hidup kegiatan budidaya tambak udang.  Permasalahan yang dihadapi oleh para petambak udang saat ini sangat kompleks, antara lain penurunan produksi yang disebabkan oleh berbagai penyakit, adanya berbagai pungutan liar di jalan sampai pada harga udang yang tidak stabil. Semuanya ini merupakan dilematis bagi para petambak.
Potensi sumberdaya alam pesisir dapat digarap untuk dimanfaatkan sebagai tambak udang masih cukup besar. Timbulnya permasalahan tersebut disebabkan oleh pengelolaan kawasan pesisir yang tidak benar.  Konsep pembangunan daerah pesisir selama ini dilaksanakan sendiri-sendiri oleh berbagai pihak yang berkepentingan sehingga sering terjadi benturan kepentingan.


Tabel 1.2
 Potensi,  Masalah dan  Tindakan Pemecahan Masalah[5][5]
No
Masalah
Penyebab
Potensi
Alternatif Tindakan Pemecahan Masalah
Tindakan yang Layak
1
2
3
4
5
6

1
Jalan Becek
Jalan masih tanah
Jalan, Tenaga Kerja, Paving

Jalan diperbaiki
Jalan dipaving dar i RT 01,Sampai 16
2
Di kp. Beting  dan kp. sukabakti  pada musim hujan air meluap dan becek

Jalan masih tanah

Jalan, Tenaga Kerja, Paving

Jalan diperbaiki
Jalan dipaving dar i RT 01,Sampai 16
3
Hampir di semua kampung di desa katulisan jalan gang masih tanah sehingga waktu hujan licin dan becek

Jalan masih tanah

Jalan, Tenaga Kerja, Paving

Jalan diperbaiki
Jalan dipaving dar i RT 01,Sampai 16
4
Transportasi terhambat , penjualan hasil bumi terganggu karena jalan rusak di 2 kampung  beting & cirumpak
Jalan masih tanah

Jalan, Tenaga Kerja, Paving

Jalan diperbaiki
Jalan dipaving dar i RT 01,Sampai 16
5
Dikampung Kebon kopi , kp suka bakti bila musim hujan air meluap ke badan jalan karena belum ada drainase/ got

Belum adanya pembangunan saluran air & dan pembuangan sampah yang masih sembarangan

Badan Jalan
Batu kali
Pasir

Pelebaran saluran irigasi
Dibangun nya saluran pembuangan air rumah tangga
6
Di Kp. Cirumpak jalan masih  tanah sehingga waktu hujan licin dan becek.

Jalan masih tanah

Jalan, Tenaga Kerja, Paving

Jalan diperbaiki
Jalan dipavling dari RT 01,Sampai 16


Pembibitan Budidaya Ikan
Di desa Tanjung Burung awalnya melakukan pembudidayaan udang windu. Udang windu merupakan keunggulan dari tambak di desa Tanjung Burung sekitar 20 tahun yang lalu, bahkan hasil panen budidaya udang windu sampai di ekspor ke negara Korea. Penghasilan yang di dapatkan warga dengan membudidayakan udang windu sangat menguntungkan. Warga mengakui pada saat udang windu masih di panen, hidup mereka makmur terutama yang memiliki tambak sendiri ataupun yang mengontrak. Hal tersebut sesuai dengan penuturan Bapak Suparman (33 Tahun):

“Dulu mah sekitar 20 tahonan yang lalu kita masih bisa ngasilin udang. Hasilnya juga gede banget. Beda sama sekarang...”

Namun saat ini, perairan tambak sudah mulai tercemar akibat dari aliran limbah yang berasal dari pabrik. Warga yang menjadikan tambak sebagai mata pencaharian pokok pun tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa mengalihkan budidaya udang menjadi budidaya ikan. Meskipun penghasilan dari budidaya udang windu jauh lebih menguntungkan dibanding dengan budidaya ikan.
Namun ada salah satu tambak yang masih bisa membudidayakan udang windu yang dimiliki oleh salah seorang ketua RT di desa Tanjung Burung. Hal ini terjadi karena letak tambak yang berada jauh dari jalan utama dan berada di 3 km di sekitar tepi pantai sehingga tlokasi tambak ini memiliki air yang belum terlalu tercemar. Kadar Ph air di tambak Pak RT Perak masih layak untuk membudidayakan udang windu.
 Budidaya yang dilakukan oleh masyarakat Tanjung Burung saat ini yaitu mujair nila dan ikan bandeng. Bibit ikan mereka[6][6] peroleh dari para petambak di daerah Tanjung Pasir, Sungai Muara dan daerah Tohang. Pembelian bibit mujair nila di hitung dengan tekaran perliter. Setiap satu liter bibit ikan mujair nila terdapat kurang lebih 70 ekor ikan.
Biasanya para petambak membeli 200 liter bibit ikan mujair nila untuk disebar ke tambak. Dalam pembudidayaan ikan mujair nila, mereka hanya membutuhkan satu kali penyebaran bibit ikan. Setelah proses penyebaran bibit maka tidak ada pembelian bibit lagi dikarenakan ikan mujair nila dapat berkembang biak sendiri. Pembudidayaan ikan bandeng harus melalui proses pembibitan. Harga satu ekor bibit ikan bandeng yaitu Rp.150,-.Ikan bandeng dapat di panen ketika usia ikan mencapai 5 bulan. Hal itu bertujuan agar ikan mencapai ukuran/bobot yang diinginkan konsumen. Apabila petambak menginginkan bobot ikan lebih besar lagi, biasanya petambak menunggu sampai usia ikan bandeng mencapai 7 bulan.
Kedalaman yang disaran untuk usaha tambak sekitar 2 sampai 3 meter. Apabila kedalaman tambak diatas 3 meter maka mereka akan mengalami kesulitan ketika panen ikan dilakukan. Jenis pakan yang biasa diberikan para petambak untuk pembudidayaan ikan yaitu wafer/biskuit, roti tawar, pelet, dan lumut. Pada usia pembibitan, pemberian pakan ikan hanya dilakukan sekali dalam sehari. Mereka merawat dan mengganti air tambak dengan menggunakan sebuah sistem sederhana yaitu sistem buka tutup bendungan. Dengan menggunakan sistem ini, campuran air laut dan air Sungai Cisadane akan masuk ke area tambak.

Budidaya Ikan Saat Usia 1-2 Bulan
Pada saat ikan berusia 1-2 bulan, para petambak hanya fokus pada pemberian pakan. Namun pemberian pakan dilakukan secukupnya, ini dilakukan agar ikan yang berusia 1-2 bulan tidak mengalami stres di tambak, dapat beradaptasi pada pakan dan kondisi air tambak. Pemberian pakan saat masa pertumbuhan yang berkala dan pengamatan tentang perkembangan ikan berguna untuk mengetahui potensi ikan yang berada di tambak. Apabila kualitas ikan kurang baik, maka ikan tidak dapat bertahan hidup maupun berkembang biak.
Pemancingan tidak di buka pada saat masa pembibitan. Saat usia ikan bandeng ataupun ikan mujair nila berusia 1-2 bulan pemberian pakan dalam sehari hanya satu kali. Pemberian pakan ikan disertai tambahan vitamin berupa pelet ataupun lumut.
 Pelet yang di tawarkan dipasaran ada berbagai jenis harga. Pelet dengan kualitas baik adalah pelet Growmax dengan harga Rp150.000,/karung. Adapun pilihan pelet lain yang ditawarkan yaitu pelet turbo dengan harga Rp135.000,-/karung dan pelet termurah dengan harga Rp120.000,-/karung. Para petambak biasanya menggunakan pelet turbo dalam pembudidayaan ikan tambak. Hal ini dikarenakan pelet turbo memiliki harga yang relatif (tidak terlalu mahal dan tidak terlalu murah). Kualitas pelet ini pun masih di anggap baik oleh mereka. Selain pelet, mereka juga memberikan lumut sebagai pakan ikan dengan harga satu karungnya sebesar Rp.5000,-
Para petani ikan selain itu juga menggunakan pelet dan lumut untuk  pakan ikannya, namun mereka juga menggunakan wafer sisa produksi yang tidk laku dijual dan diberikan untuk pakan ikan, hal ini di maksudkan untuk mengurangi atau mensiasati pakan pelet yang mahal. Dengan pakan ikan menggunakan wafer sisa produksi, hasil dari pakan ini tidak jauh berbeda dengan pakan pelet dan ikan pun tidak mengalami hal-hal yang tidak diinginkan seperti, gagal panen, terkena hama, bahkan ikan tak mudah mati.

Budidaya Ikan Saat Usia 2-5 Bulan
Ketika usia ikan di atas dua bulan, pemberian pakan di tingkatkan menjadi sebanyak dua kali sehari. Pemberian pakan dilakukan pada jam yang telah ditentukan, misalnya saja pemberian pakan ikan dilakukan pada pukul 11.00 dan pukul 16.00 WIB. Ikan bandeng pada saat berusia 5 bulan sudah bisa di panen namun biasanya para petambak menunggu sampai usia ikan mencapai 7 bulan agar ikan bandeng yang dihasilkan bisa lebih besar dan tentunya mereka mendapatkan keuntungan yang lebih besar pula.
Kegiatan pembudidayaan ikan tambak ini tak semulus kelihatannya. Petambak memiliki beberapa kendala dan salah satunya adalah banyaknya hama yang menggangu proses perkembang-biakan ikan. Hama yang menggangu itu adalah ikan cere, ikan kakap, ikan gabus dan burung yang berkeliaran di area pertambakan.
Cara untuk membasmi hama tersebut yaitu dengan melakukan penyebaran racun bernama racun semponen. Sebelum proses penyebaran racun, ikan harus di jaring atau di panen terlebih dahulu karena racun akan membunuh segala macam jenis ikan, baik itu ikan yang merupakan hama ataupun ikan yang dibudidayakan petambak.
Saat usia ikan telah mencapai 5 bulan, para petambak membuka area tambaknya untuk dijadikan usaha pemancingan. Namun tak jarang para petambak melakukan panen lalu menjual hasil nya ke pasar terdekat. Dalam kegiatan memanen ikan, mereka menggunakan jaring sepanjang ±10 meter yang dibentangkan dengan bantuan tiga sampai lima orang. Untuk pamasaran, ikan di jual kepasar. Pasar yang menjai tujuan penjualan yaitu pasar ikan muara dadap, tanjung pasir dan pasar sekitar tanjung pasir. Pada saat melakukan panen biasanya pembeli datang ke tambak untuk melihat potensi ikan, kemudian kurir pembawa ikan datang menggunakan sepeda motor untuk membawa ikan ke pasar-pasar tempat pelelangan. 

Hasil dari Budidaya Ikan
Hasil pembudidayaan yang dilakukan oleh petambak sangatlah beragam. Hal itu tergantung dari seberapa banyak petambak menyebarkan bibit ikan. Proses pengembangan dari ikan usia bibit sampai ikan mencapai usia 5 bulan pun sangat mempengaruhi hasil dari budidaya ikan oleh petambak. Misalnya pelepasan 30.000 ekor bibit ikan, maksimal akan menghasilkan 7-8 ton ikan dan minimal 5 ton ikan. Apabila mereka meraih hasil ikan dibawah 5 ton berarti petambak mengalami kerugian. Kerugian yang dimaksud adalah petambak hanya balik modal.
Saat ikan telah berusia 5 bulan, petambak mulai membuka usaha pemancingan untuk para warga sekitar maupun para pencinta/hobby memancing yang biasanya berasal dari luar daerah desa Tanjung Burung. Pemancing itu berasal dari Jakarta dan memiliki ketertariakan untuk memancing di area tambak Tanjung Burung. Pada hari Sabtu dan Minggu banyak orang yang berada di luar daerah memancing di tambak tersebut untuk sekedar hobi ataupun hanya untuk membeli ikan dengan harga relatif lebih murah.
Para tambak lebih memilih tambaknya untuk dijadikan tempat pemancingan dibanding di jual ke tengkulak ataupun pasar tedekat. Pemancingan di kenakan harga perkilo dari hasil ikan yang ia dapatkan. Satu kilo ikan bandeng dikenakan harga Rp20.000,- dan satu kilo ikan Mujair nila dikenakan harga Rp17.000,-
Karena di tambak desa Tanjung Burung kebanyakan dimiliki oleh orang dari luar bukan dari warga asli jadi warga asli desa tanjung Burung hanya mengontrak tambak tersebut. Saat tambak sudah di kontrak oleh petambak maka pemilik lahan tambak tidak memiliki hak untuk mendapatkan hasil dari budidaya tambak tersebut. Hasil yang sudah didapatkan pemilik modal atau pengontrak akan membagi hasil dalam panen ikan tersebut, mereka menggunakan sistem per-puluh dalam pembagian hasil (dimana 100% hasil penjualan di bagi penjaga tambak 20% dan pemilik modal mendapatkan 80%).

Sistem Pengelolaan Lahan Tambak
            Desa Tanjung Burung merupakan kesatuan masyarakat yang terletak di Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang. Dengan  luas wilayah 864 ha dengan batas wilayah sebelah utara Laut Jawa, sebelah timur Desa Tanjung Burung,  sebelah selatan Desa Pangkalan dan Desa Kp. Melayu Barat, sebelah barat Kali Cisadane, Desa Kali Baru dan Desa Kohod. Dari posisi strategis desa tanjung burung, merupakan daerah muara dari arus kali cisadane menuju laut jawa.
Pengelolaan  area seluas 170  Ha merupakan area pemukiman penduduk sedangkan  320 Ha adalah areal pertambakan yang dikelola oleh masyarakat desa tanjung burung. Pada saat sebelum areal pertambakan mulai di garap, areal tersebut merupakan areal persawahanm, akibat erosi air laut yang mulai masuk ke areal persawahan tersebut, gagal panen pun terjadi. Panen dan pembibitan padi hanya dapat dilakukan pada saat musim penghujan. Akibatnya para petani merugi. Dengan di kelolanya areal persawahan yang dahulu, kini menjadi areal pertambakan masyarakat desa tanjung burung mulai adanya peningkatan ekonomi dibandingkan dahulu.
Dalam pengelolaan lahan yang di jadikan area pertambakan, area tambak di daerah ini mayoritas bukan milik masyarakat sekitar. Hal ini karena ketika pada saat areal pertambahan yang dahulunya areal persawahan,pemilik asli tanah adalah para penduduk Desa Tanjung Burung yang sudah tidak puas akan hasil dari pertanian padi, dan ketika areal persawahan tersebut tidak terurus yang di tumbuhi rerumputan. Ketika itu para pemilik asli tanah yang mayoritas penduduk Desa Tanjung Burung menjual tanahnya kepada orang luar Desa, dengan harga yang relatif murah. Sehingga saat ini mayoritas kepemilikan areal pertambakan tanah di dominasi orang luar desa.
Area pertambakan merupakan milik orang luar desa Tanjung Burung sedangkan kepemilikian modal tambak dikuasai oleh warga sekitar sebagai pengontrak  tambak. Dalam struktur pengelolaan lahan tambak dapat diilustrasikan lebih jelas dengan penjelasan sebagai berikut :

Pemilik lahan
Pemilik lahan merupakan orang yang memiliki tanah atau area pertambakan. Pemilik lahan membuka usaha kontrak lahan dan yang mengontrak pada pemilik lahan adalah pemilik modal ikan tambak. Mayoritas pemilik lahan merupakan orang luar dari desa tanjung burung. Pada saat sebelum areal pertambakan mulai di garap, areal tersebut merupakan areal persawahanm, akibat erosi air laut yang mulai masuk keareal persawahan tersebut, gagal panenpun terjadi. Panen dan pembibitan padi hanya dapat dilakukan pada saat musim penghujan. Akibatnya para petani merugi. Dengan di kelolanya areal persawahan yang dahulu, kini menjadi areal pertambakan masyarakat desa tanjung burung mulai adanya peningkatan ekonomi dibandingkan dahulu.
Pengontrak lahan adalah orang yang mengontrak kepada pemilik lahan. Pengontrak dapat mengontrakan lagi lahan yang dikontraknya kepada orang lain dikarenakan pengontrak mendapat kepercayaan untuk memegang sertifikat lahan dari pemilik lahan. Sistem kontrak tersebut dapat menciptakan sebuah masalah baru, misalnya pengontrak dapat memindah tangankan hak pengelolaan tambak  kepada pengontrak lain tanpa pengetahuan pemilik lahan karena sertifikat lahan yang dimiliki pengontrak.
Pengontrak mayoritas mengontrak lahan seluas 5 hektar. Uang sewa dimuka sebesar Rp.8.000.000,-. Sistem kepengelolaan lahan tambak seperti ini adalah suatu bentuk dari pengelolaan yang unik di desa Tanjung Burung. 
Pengelola tambak (kuli tambak)
Pengelola tambak merupakan kuli dari pemilik modal tambak, posisi pengelola tambak sebagai penjaga dan pembudidaya ikan tambak. Pengelola tambak hanya mendapatkan keuntungan sebesar 20% dari hasil netto penjualan ketika panen tiba. Pengelola tambak bertanggung jawab atas perkembangan dan pertumbuhan ikan yang dikelola oleh pengelola tambak.

Ekstensifikasi Lahan Tambak

Dalam buku Sudargo Gautama/Boedi Harsono, Agrarian Law 1972. E.Utrecth (pengantar dalam hukum Indonesia, 1961) menurut Boedi Harsono  memberikan secara tegas pengertian teori agraria yang sama kepada “hukum agrarian” dan “hukum tanah”.
Boedi Harsono menyatakan Hukum Agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agraria merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum, yang masing-masaing mengatur hak-hak penguasaan sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agraria. Kelompok berbagai bidang hukum tersebut terdiri atas:
  1. Hukum Tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti permukaan bumi.
  2. Hukum Air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air.
  3. Hukum Pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian yang dimaksudkan oleh Undang-undang Pokok Petambangan.
  4. Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air.
  5. Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-unsur dalam Ruang Angkasa,  mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan dalam Pasal 48 UUPA.
Hukum agraria dari segi objek kajiannya tidak hanya membahas tentang bumi dalam arti sempit yaitu tanah, akan tetapi membahas juga tentang pengarian, pertambangan, perikanan, kehutanan dan penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa.
            Dalam hal ini, daerah Tanjung Burung memiliki potensi prasarana transportasi yang rendah sehingga mengurangi keinginan untuk ekstensifikasi lahan tambak oleh petambak. Hal itu terlihat dalam uraian tentang potensi prasarana transportasi di wilayah desa Tanjung Burung, yaitu:
·         Jalan Kampung Aspal             :  3.500  m/Unit
·         Jalan Paving Blok                   :  5.000  m/Unit
·         Jalan Makadam                       :  2.000  m/Unit
·         Jalan Tanah                             :  2.100  m
·         Jalan Kondisi Rusak               :      800 m

            Tanah yang di kelola olah para petambak hanya memiliki sertifikat, dan izin pengelolaan/pengontrak tambak tidak jelas. Tanah yang di kelola sebagai areal pertambakan dengan sistem sewa sehingga aparat pemerintahan desa Tanjung Burung tidak memiliki data yang sesuai dengan apa yang ada di lapangan. Hal ini yang membuat eksitensi lahan secara hukum berubah-ubah.
            Dari hal yang kami peroleh tentang hak pengelolaan tanah secara hukum untuk areal pertambakan, sekertaris desa tanjung burung, mengakui bahwa dalam hal kepemilikan dan pengelolaan tambak tidak di data secara komperhensif. Hal ini akibat dari pemilik lahan yang hanya melaporkan areal pertambakannya tidak secara administratif dari tingkatan yang ada di desa tanjung burung. Akibat dari administratif yang kurang jelas, pajak dari pertambakan tidak seluruhnya di bayar oleh para pemilik tambak tersebut, melainkan sebagian pajak di bayar oleh  
            Contoh ekstensifikasi lahan di desa Tanjung Burung seperti yang dilakukan oleh Pak Perak[7][7] melakukan ekstentifikasi lahan dengan menambah lahan yang digarapnya menjadi 4,5 hektar dengan luas semula seluas 1,5 hektar. Beliau melakukan perluasan lahan pertambakan dikarenakan penghasilan yang di dapat dari pertambakan sangat menguntungkan dan lahan yang beliau sewa memiliki potensi perkembangan ikan dan udang yang baik. Hal itu didukung oleh lokasi tambak yang strategis, yaitu jauh dari letak sungai Cisadane sehingga pencamaran pada air sedikit dan memiliki PH air yang sesuai dengan usaha tambak ikan dan udang.
            Disamping melalui intensifikasi tambak, pengembangan budidaya tambak dilakukan dengan ekstensifikasi lahan yang berkaitan dengan pembukaan areal tambak baru.  Pembangunan hamparan tambak baru tersebut berlangsung dikawasan perairan pantai dan estuarin. Kawasan ini merupakan suatu potensi sumber daya yang sangat potensial untuk menghasilkan produk-produk perikanan. Disamping itu juga merupakan suatu sumber lapangan kerja bagi penduduk disekitarnya, sumber pangan dan bahkan wisata. Agar pemanfaatannya lestari, maka pengelolaan kawasan tersebut harus dilakukan secara optimal, terencana dan berwawasan lingkungan.
Tuhri (2000) menekankan, perlunya pengaturan tata ruang diwilayah pesisir untuk menghondatkan konflik interest. Dengan demikian wilayah ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya secara damai bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunannya harus mempertimbangkan aspek lestari dari sumberdaya pantai tersebut. Hal ini telah diamanatkan dalam UU No. 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Rencana Umum Tata Ruang.

Kesimpulan
Areal tambak di Desa Tanjung Burung melakukan intensifikasi dan ekstentifikasi. Intensifikasi yang dilakukan berupa pemberdayaan ikan dengan pengolaan yang sesuai dan dengan tata cara yang baik. Ekstentifikasi pun dilakukan untuk mendapatkan hasil keuntungan semaksimal mungkin dari panen ikan maupun udang sebagai bahan komoditas utama pertambakan di Desa Tanjung Burung.
Meskipun segala tindakan yang dilakukan tidaklah berjalan mulus. Hal itu dikarenakan semakin banyaknya limbah pabrik yang mencemari air sungai Cisadane dan berbagai macam limbah rumah tangga. Sehingga saat ini hanya sedikit yang dapat membudidayakan udang. Dan komoditas utama pertambakan Desa Tanjung Burung beralih menjadi pertambakan ikan.





[1][1] Sumber: Data Kelurahan Desa Tanjung Burung, Tangerang
[2][2] Loc. Cit
[3][3] Loc. Cit
[4][4] Loc. Cit
[5][5] Sumber:  Data Kelurahan Desa Tanjung Burung, Tangerang
[6][6] Kata ‘mereka’ dalam makalah ini merujuk pada para petambak di daerah Tanjung Burung, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Tangerang.
[7][7] Pak Perak merupakan salah satu nara sumber yang kami temui. Beliau adalah ketua RT 011 di Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Tangerang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar