Pengembangan Budidaya Ikan dan Ekstensifikasi Lahan Tambak
(Studi di Tanjung Burung)
Disusun oleh :
Adwi Rinanto
Aris Gatot Sunandar
Bambang Afriadi
Fety Mahyadiarni
Julya Nurani
Abstrak
Segala macam potensi daerah saat ini menjadi titik pusat perhatian bagi
perkembangan daerah. Begitupun dengan Desa Tanjung Burung dimana segala aspek
potensi yang ada kini mulai dikembangkan secara bersama berdasarkan asas-asas
tertentu. Potensi pengembangan budidaya ikan yang baik membuat banyak investor
melirik untuk melakukan usaha pertambakan di Desa Tanjung Burung. Pengembangan
budidaya ikan dan Ekstensikasi lahan tambak dilakukan tidak hanya dipengaruhi
oleh berbagai faktor pendorong tetapi adapula faktor penghambat
pengembangannya.
Pengantar
Desa
Tanjung Burung merupakan desa yang terletak di Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten
Tangerang, Tangerang. Desa Tanjung Burung merupakan daerah yang letaknya dekat
dengan laut sehingga memiliki banyak potensi yang banyak dilirik baik oleh
Pemerintah Pusat maupun Investor asing.
Makalah ini akan menyajikan
pengembangan budidaya ikan dan ekstensifikasi lahan tambak di Desa Tanjung
Burung, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Tangerang. Tulisan ini
berisi bagaimana cara pengembangan budidaya ikan dan ekstensifikasi lahan
tambak dengan berbagai faktor yang mempengaruhi keberlangsungan serta potensi
daerah yang ada.
Tulisan ini akan dibahas dalam
beberapa bagian. Pertama, pengantar
terkait dengan keterangan awal yang menggambarkan penjelasan gagasan sehingga
memudahkan pembaca mengetahui isi dari makalah ini. Kedua, mengenai deskripsi wilayah Desa Tanjung Burung, Kecamatan
Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Tangerang dengan batasan-batasannya serta
diiringi dengan visi dan misi Desa Tanjung Burung.
Ketiga, membahas
tentang pengembangan budidaya ikan dengan penjelasan berdasarkan pembagian
fase-fase umur ikan saat dibudidayakan di daerah pertambakan Desa Tanjung
Burung. Bagian Keempat, menjelaskan
tentang sistem pengelolaan lahan tambak serta struktur kepemilikan lahan tambak
Desa Tanjung Burung, Tangerang. Bagian
Kelima, menjelaskan tentang ekstensifikasi lahan tambak di Desa Tanjung
Burung serta membahas mengenai teori Agraria sebagai pendukung dari terbentuknya
tulisan ini. Bagian terakhir,
menjelaskan kesimpulan dari pengembangan budidaya ikan dan ekstensifikasi lahan
tambak di Desa Tanjung Burung, Tangerang.
Deskripsi
Wilayah
Desa Tanjung Burung adalah Desa yang
terletak di daerah pesisir pantai dibagian utara, Kecamatan Teluk Naga,
Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten. Desa Tanjung Burung berdiri sejak tahun
1984 dengan luas wilayah 864 ha. Desa Tanjung Burung dikepalai oleh seorang
Kepala desa. Saat ini nama Bapak Kepala Desa Tanjung Burung adalah Bapak
Rusdiono.
Transportasi untuk mencapai wilayah
Desa Tanjung Burung sebagian besar dapat ditempuh dengan angkutan umum baik
sepeda motor maupun mobil. Akan tetapi ada beberapa wilayah yang hanya dapat
ditempuh dengan berjalan kaki. Suasana sebelum memasuki Desa Tanjung Burung
melewati daerah Kampung Melayu Teluk Naga. Kondisi fisik jalan menuju Desa
Tanjung Pasir dari arah Bandara Soekarno Hatta cukup baik karena sudah beraspal
meskipun ada beberapa jalan yang berlubang. Jalan berlubang tersebut tidak begitu
mengganggu perjalanan menuju arah Desa Tanjung Burung.
Desa Tanjung Burung memiliki visi,
yaitu:
“Mewujudkan Desa Tanjung Burung sebagai Desa yang
maju, Mandiri dan sejahtera, yang mengedepankan pelayanan Publik yang prima dan
Transparan, serta lingkungan Masyarakat yang aman dan beriman”
Selain
penyusunan visi juga telah ditetapkan misi-misi yang memuat suatu pernyataan.
Pernyataan tersebut harus dilaksanakan oleh warga Desa Tanjung Burung guna
tercapainya visi desa tersebut. Posisi Visi berada di atas posisi Misi.
Pernyataan Visi kemudian dijabarkan kedalam misi agar dapat dioperasionalkan
atau dikerjakan.
Sebagaimana
penyusunan Visi, Misi-pun dalam penyusunannya menggunakan pendekatan
partisipatif, dan pertimbangan potensi dan kebutuhan Desa Tanjung Burung.
Sebagaimana proses yang dilakukan maka misi Desa Tanjung Burung adalah :
1. Mendukung pengembangan dan peningkatan produktifitas
sektor pertanian melalui pembangunan sarana irigasi, dan
2. Mengembangkan sektor usaha kecil
menengah masyarakat melalui pengembangan pinjaman modal usaha,
Secara umum, keadaan tofografi Desa Tanjung Burung merupakan daerah Daratan yang datar. Iklim Desa
Tanjung Burung, sebagaimana desa-desa lain di Wilayah Republik Indonesia yaitu mempunyai Iklim Tropis.
Wilayah yang memiliki iklim tropis yang dimana didalamnya terdapat dua musim
yaitu, musim kemarau dan musim penghujan membuat
wilayah Desa Tanjung Burung memiliki heterogenitas dalam sub mata pencaharian.
Kondisi sosial heterogenitas yang tinggi di Desa Tanjung Burung disebabkan oleh
Desa Tanjung Burung terdiri dari masyarakat yang Heterogen yang ditambah
penduduk pendatang untuk bekerja sebagai buruh Pabrik.
Jumlah
Penduduk per Juli 2010 berdasarkan
Sensus Penduduk Tahun 2010 dalam jumlah jiwa, yaitu :
Tabel 1.1
Jumlah Penduduk[1][1]
Laki – laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
3.794
|
3.597
|
7.391
|
Jumlah penduduk laki-laki di Desa
Tanjung Burung per Juli 2010 memiliki persentase 51.33%, dibandingkan dengan
48,67% berjenis kelamin perempuan.
Pembagian Wilayah Desa Tanjung Burung meliputi
beberapa Wilayah Administrasi Pemerintahan Desa[2][2], yaitu :
Dusun
|
RW
|
RT
|
7
|
8
|
16
|
·
Sebelah Utara :
Laut Jawa
·
Sebelah Timur : Desa Tanjung
Pasir, Desa Tegalangus dan Desa Pangkalan
·
Sebelah Selatan : Desa
Pangkalan dan Desa Kp. Melayu Barat
·
Sebelah Barat : Kali
Cisadane, Desa Kalibaru dan Desa Kohod
Pengembangan
Budidaya Ikan
Potensi
Wilayah Desa Tanjung Burung
Potensi adalah sumberdaya yang
berada pada suatu wilayah yang dapat digali dan dimanfaat ataupun dikembangkan.
Potensi sumber daya[4][4] ini dibagi
menjadi 2 kategori yaitu :
1.
Potensi Umum
:
Sumberdaya material yang dapat
dimanfaatkan secara bersama atau umum oleh masyarakat,
2.
Potensi
Khusus :
Semua sumberdaya material dan non
material yang dimiliki secara pribadi oleh masyarakat. Adapun Potensi yang
dimiliki oleh Desa Tanjung Burung, yaitu:
Ø Potensi Sumberdaya Alam (SDA) :
·
Luas Desa
(luas pemukiman 170 ha,TPU 1500m dan Sumberdaya Air (sumur Pompa 274 unit pengguna 793 kk dan PAM pengguna 321 kk semua dalam kondisi Baik )
·
Kondisi
Udara tercemar Ringan walaupun tidak memiliki taman Desa
Ø Potensi Sumberdaya Manusia (SDM) :
·
Usia
Produktif :
Desa Tanjung Burung memiliki usia
produktif sebanyak 3543 jiwa dengan
persentase sebesar 47,94% dari total jumlah penduduk per Juli 2010 di Desa
Tanjung Burung.
·
Tingkat Pendidikan masyarakat Desa Tanjung Burung,
yaitu:
o Belum Sekolah : 1017
Jiwa
o Usia 7-45 th tidak sekolah :
1703 Jiwa
o Tidak tamat SD/Sederajat: 315
Jiwa
o Tamat SD/Sederajat :
1128 Jiwa
o Tamat SLTP/Sederajat :
527 Jiwa
o Tamat SLTA/sederajat :
189 Jiwa
Permasalahan
yang Ada Pada Daerah Pertambakan
Daerah Desa Tanjung Burung merupakan
daerah pertanian, namun seiring
berjalannya waktu daerah ini berubah menjadi daerah pertambakan ikan. Hampir
sebagian besar daerah ini dijadikan lahan pertambakan. Sebelum dijadikan area
pertambakan ikan, masyarakat di desa
Tanjung Burung menggunakan lahannya untuk menanam padi dan tumbuhan komoditas
lainnya. Saat itu, hasil dari penanaman padi semakin hari semakin menurun.
Kemudian masyarakat mengalihkan
usaha pertaniannya ke pertambakan. Mereka menggunakan atau menyewakan lahan
yang mereka miliki untuk di jadikan area tambak. Mayoritas masyarakat yang
tinggal di Desa tanjung Burung bekerja di sektor petani sekaligus pertambakan. Pertambakan di Desa
Tanjung Burung dahulunya memiliki komoditas utama yaitu udang windu. Hasil
udang windu dari daerah Tanjung Burung sangat terkenal sampai ke Mancannegara
pada saat itu, namun terjadi permasalahan yang timbul dari kerusakan yang
terjadi pada alam seperti tercemarnya
sungai cisadane dan masalah masalah lainnya.
Masalah adalah segala sesuatu yang
dianggap merugikan atau tidak
menyenangkan oleh masyarakat, adapun permasalahan yang ada berdasarkan hasil
survey dusun sendiri/Transek oleh Tim Transek di Desa Tanjung Burung.
Masalah yang belum diatasi di Desa
Tanjung Burung adalah permasalahan jalan di 21 lokasi Jalan Tanah 1 diantaranya
Jalan Hotmik 20 Jalan Paving. Kondisi saluran Air di 14 Lokasi belum dibuat dan
turap 5 lokasi belum diperbaiki lokasi harus dilakukan pengerukan lumpur dan
melakukan program normalisasi Sungai Cisadane.
Dahulu air Sungai Cisadane memiliki
potensi untuk digunakan dalam pertambakan udang windu yang memiliki nilai jual
tinggi di masyarakat Indonesia. Saat ini usaha tambak udang windu sudah tidak
menjadi komoditas utama bagi pertambakan di Desa Tanjung Burung dikarenakan
kondisi Sungai Cisadane saat ini yang sangat menkhawatirkan, bahkan sebenarnya
air sungai Cisadane hampir tidak layak untuk digunakan dalam usaha pertambakan.
Ketidaklayakan tersebut dikarenakan Sungai Cisadane semakin tercemar oleh
berbagai macam materil pencemar.
Materil pencemar tersebut berasal
dari air limbah pabrik yang secara tidak bertanggung jawab membuang limbahnya
ke sungai saat sore hari ataupun saat hujan tiba dengan tujuan agar tak
terlihat warga sekitar maupun aparat daerah. Pada siang hari, Sungai Cisadane
terlihat bersih tanpa sampah dan warna air pun kecoklatan. Pencemaran terlihat jelas
ketika malam mulai menjelang yaitu saat Sungai Cisadane mengalir disertai oleh
kumpulan sampah pada aliran sungainya serta perubahan warna air yang
coklat-kehitaman.
Fakta itulah yang terjadi ketika
banyak perusahaan yang membuang sampah dan materil limbah lainnya ke Sungai
Cisadane. Air Limbah yang dibuang pabrik seharusnya melalui proses pembersihan
(sterillisasi) terlebih dahulu agar
tidak mencemari sungai. Namun biaya yang cukup tinggi membuat banyak
pengusaha-pengusaha ‘nakal’ yang membuang limbah sembarangan.
Warga Desa Tanjung Burung telah
beberapakali menemui Pemerintah Daerah Tangerang untuk meminta agar pengusaha
‘nakal’ yang membuang limbah sembarangan dikenakan sanksi yang sesuai dengan
peraturan, namun sampai saat ini pemerintah belum memberikan respon terhadap
aspirasi dari warga Desa Tanjung Burung
dan seakan kurang peduli dengan nasib para petambak di Desa Tanjung Burung ini.
Melihat hal tersebut, warga tak
kehilangan daya juang untuk bersihnya Sungai Cisadane, warga berusaha menemui pengusaha
perusahaan yang diduga melakukan kecurangan dalam pembuangan limbah, namun para
pengusaha pun menampikkan hal yang menjadi realitas di Desa Tanjung Burung
tersebut.
Masalah yang menonjol adalah terjadinya degradasi lingkungan pesisir akibat
dari pengelolaan yang tidak benar, Penurunan mutu lingkungan pesisir akibatnya
membawa dampak yang sangat serius terhadap produktivitas lahan bahkan sudah
sampai pada ancaman terhadap kelangsungan hidup kegiatan budidaya tambak
udang. Permasalahan yang dihadapi oleh para petambak udang saat ini
sangat kompleks, antara lain penurunan produksi yang disebabkan oleh berbagai
penyakit, adanya berbagai pungutan liar di jalan sampai pada harga udang yang
tidak stabil. Semuanya ini
merupakan dilematis bagi para petambak.
Potensi sumberdaya alam pesisir
dapat digarap untuk dimanfaatkan sebagai tambak udang masih cukup besar. Timbulnya
permasalahan tersebut disebabkan oleh pengelolaan kawasan pesisir yang tidak
benar. Konsep pembangunan daerah pesisir selama ini dilaksanakan sendiri-sendiri
oleh berbagai pihak yang berkepentingan sehingga sering terjadi benturan
kepentingan.
Tabel 1.2
No
|
Masalah
|
Penyebab
|
Potensi
|
Alternatif
Tindakan Pemecahan Masalah
|
Tindakan
yang Layak
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
1
|
Jalan Becek
|
Jalan masih tanah
|
Jalan, Tenaga Kerja, Paving
|
Jalan diperbaiki
|
Jalan dipaving dar i RT
01,Sampai 16
|
2
|
Di kp. Beting dan kp. sukabakti pada musim hujan air meluap dan becek
|
Jalan masih tanah
|
Jalan, Tenaga Kerja, Paving
|
Jalan diperbaiki
|
Jalan dipaving dar i RT
01,Sampai 16
|
3
|
Hampir di semua kampung di desa
katulisan jalan gang masih tanah sehingga waktu hujan licin dan becek
|
Jalan masih tanah
|
Jalan, Tenaga Kerja, Paving
|
Jalan diperbaiki
|
Jalan dipaving dar i RT
01,Sampai 16
|
4
|
Transportasi terhambat ,
penjualan hasil bumi terganggu karena jalan rusak di 2 kampung beting & cirumpak
|
Jalan masih tanah
|
Jalan, Tenaga Kerja, Paving
|
Jalan diperbaiki
|
Jalan dipaving dar i RT
01,Sampai 16
|
5
|
Dikampung Kebon kopi , kp suka
bakti bila musim hujan air meluap ke badan jalan karena belum ada drainase/
got
|
Belum adanya pembangunan
saluran air & dan pembuangan sampah yang masih sembarangan
|
Badan Jalan
Batu kali
Pasir
|
Pelebaran saluran irigasi
|
Dibangun nya saluran pembuangan
air rumah tangga
|
6
|
Di Kp. Cirumpak jalan
masih tanah sehingga waktu hujan licin
dan becek.
|
Jalan masih tanah
|
Jalan, Tenaga Kerja, Paving
|
Jalan diperbaiki
|
Jalan dipavling dari RT
01,Sampai 16
|
Pembibitan
Budidaya Ikan
Di desa Tanjung Burung awalnya
melakukan pembudidayaan udang windu. Udang windu merupakan keunggulan dari
tambak di desa Tanjung Burung sekitar 20 tahun yang lalu, bahkan hasil panen
budidaya udang windu sampai di ekspor ke negara Korea. Penghasilan yang di
dapatkan warga dengan membudidayakan udang windu sangat menguntungkan. Warga
mengakui pada saat udang windu masih di panen, hidup mereka makmur terutama
yang memiliki tambak sendiri ataupun yang mengontrak. Hal tersebut sesuai
dengan penuturan Bapak Suparman (33 Tahun):
“Dulu mah sekitar 20 tahonan yang
lalu kita masih bisa ngasilin udang. Hasilnya juga gede banget. Beda sama
sekarang...”
Namun saat ini, perairan tambak
sudah mulai tercemar akibat dari aliran limbah yang berasal dari pabrik. Warga
yang menjadikan tambak sebagai mata pencaharian pokok pun tidak bisa berbuat
apa-apa. Mereka hanya bisa mengalihkan budidaya udang menjadi budidaya ikan.
Meskipun penghasilan dari budidaya udang windu jauh lebih menguntungkan
dibanding dengan budidaya ikan.
Namun ada salah satu tambak yang
masih bisa membudidayakan udang windu yang dimiliki oleh salah seorang ketua RT
di desa Tanjung Burung. Hal ini terjadi karena letak tambak yang berada jauh
dari jalan utama dan berada di 3 km di sekitar tepi pantai sehingga tlokasi
tambak ini memiliki air yang belum terlalu tercemar. Kadar Ph air di tambak Pak
RT Perak masih layak untuk membudidayakan udang windu.
Budidaya yang dilakukan oleh
masyarakat Tanjung Burung saat ini yaitu mujair nila dan ikan bandeng. Bibit
ikan mereka[6][6] peroleh
dari para petambak di daerah Tanjung Pasir, Sungai Muara dan daerah Tohang.
Pembelian bibit mujair nila di hitung dengan tekaran perliter. Setiap satu
liter bibit ikan mujair nila terdapat kurang lebih 70 ekor ikan.
Biasanya para petambak membeli 200
liter bibit ikan mujair nila untuk disebar ke tambak. Dalam pembudidayaan ikan
mujair nila, mereka hanya membutuhkan satu kali penyebaran bibit ikan. Setelah
proses penyebaran bibit maka tidak ada pembelian bibit lagi dikarenakan ikan
mujair nila dapat berkembang biak sendiri. Pembudidayaan ikan bandeng harus
melalui proses pembibitan. Harga satu ekor bibit ikan bandeng yaitu
Rp.150,-.Ikan bandeng dapat di panen ketika usia ikan mencapai 5 bulan. Hal itu
bertujuan agar ikan mencapai ukuran/bobot yang diinginkan konsumen. Apabila
petambak menginginkan bobot ikan lebih besar lagi, biasanya petambak menunggu
sampai usia ikan bandeng mencapai 7 bulan.
Kedalaman yang disaran untuk usaha
tambak sekitar 2 sampai 3 meter. Apabila kedalaman tambak diatas 3 meter maka
mereka akan mengalami kesulitan ketika panen ikan dilakukan. Jenis pakan yang
biasa diberikan para petambak untuk pembudidayaan ikan yaitu wafer/biskuit,
roti tawar, pelet, dan lumut. Pada usia pembibitan, pemberian pakan ikan hanya
dilakukan sekali dalam sehari. Mereka merawat dan mengganti air tambak dengan
menggunakan sebuah sistem sederhana yaitu sistem buka tutup bendungan. Dengan
menggunakan sistem ini, campuran air laut dan air Sungai Cisadane akan masuk ke
area tambak.
Budidaya
Ikan Saat Usia 1-2 Bulan
Pada saat ikan berusia 1-2 bulan,
para petambak hanya fokus pada pemberian pakan. Namun pemberian pakan dilakukan
secukupnya, ini dilakukan agar ikan yang berusia 1-2 bulan tidak mengalami
stres di tambak, dapat beradaptasi pada pakan dan kondisi air tambak. Pemberian
pakan saat masa pertumbuhan yang berkala dan pengamatan tentang perkembangan
ikan berguna untuk mengetahui potensi ikan yang berada di tambak. Apabila
kualitas ikan kurang baik, maka ikan tidak dapat bertahan hidup maupun berkembang
biak.
Pemancingan tidak di buka pada saat
masa pembibitan. Saat usia ikan bandeng ataupun ikan mujair nila berusia 1-2
bulan pemberian pakan dalam sehari hanya satu kali. Pemberian pakan ikan
disertai tambahan vitamin berupa pelet ataupun lumut.
Pelet yang di tawarkan
dipasaran ada berbagai jenis harga. Pelet dengan kualitas baik adalah pelet
Growmax dengan harga Rp150.000,/karung. Adapun pilihan pelet lain yang
ditawarkan yaitu pelet turbo dengan harga Rp135.000,-/karung dan pelet termurah
dengan harga Rp120.000,-/karung. Para petambak biasanya menggunakan pelet turbo
dalam pembudidayaan ikan tambak. Hal ini dikarenakan pelet turbo memiliki harga
yang relatif (tidak terlalu mahal dan tidak terlalu murah). Kualitas pelet ini
pun masih di anggap baik oleh mereka. Selain pelet, mereka juga memberikan
lumut sebagai pakan ikan dengan harga satu karungnya sebesar Rp.5000,-
Para petani ikan selain itu juga
menggunakan pelet dan lumut untuk pakan
ikannya, namun mereka juga menggunakan wafer sisa produksi yang tidk laku
dijual dan diberikan untuk pakan ikan, hal ini di maksudkan untuk mengurangi
atau mensiasati pakan pelet yang mahal. Dengan pakan ikan menggunakan wafer
sisa produksi, hasil dari pakan ini tidak jauh berbeda dengan pakan pelet dan
ikan pun tidak mengalami hal-hal yang tidak diinginkan seperti, gagal panen,
terkena hama, bahkan ikan tak mudah mati.
Budidaya
Ikan Saat Usia 2-5 Bulan
Ketika usia ikan di atas dua bulan,
pemberian pakan di tingkatkan menjadi sebanyak dua kali sehari. Pemberian pakan
dilakukan pada jam yang telah ditentukan, misalnya saja pemberian pakan ikan
dilakukan pada pukul 11.00 dan pukul 16.00 WIB. Ikan bandeng pada saat berusia
5 bulan sudah bisa di panen namun biasanya para petambak menunggu sampai usia
ikan mencapai 7 bulan agar ikan bandeng yang dihasilkan bisa lebih besar dan
tentunya mereka mendapatkan keuntungan yang lebih besar pula.
Kegiatan pembudidayaan ikan tambak
ini tak semulus kelihatannya. Petambak memiliki beberapa kendala dan salah
satunya adalah banyaknya hama yang menggangu proses perkembang-biakan ikan.
Hama yang menggangu itu adalah ikan cere, ikan kakap, ikan gabus dan burung
yang berkeliaran di area pertambakan.
Cara untuk membasmi hama tersebut
yaitu dengan melakukan penyebaran racun bernama racun semponen. Sebelum proses
penyebaran racun, ikan harus di jaring atau di panen terlebih dahulu karena
racun akan membunuh segala macam jenis ikan, baik itu ikan yang merupakan hama
ataupun ikan yang dibudidayakan petambak.
Saat usia ikan telah mencapai 5
bulan, para petambak membuka area tambaknya untuk dijadikan usaha pemancingan.
Namun tak jarang para petambak melakukan panen lalu menjual hasil nya ke pasar
terdekat. Dalam kegiatan memanen ikan, mereka menggunakan jaring sepanjang ±10
meter yang dibentangkan dengan bantuan tiga sampai lima orang. Untuk pamasaran,
ikan di jual kepasar. Pasar yang menjai tujuan penjualan yaitu pasar ikan muara
dadap, tanjung pasir dan pasar sekitar tanjung pasir. Pada saat melakukan panen
biasanya pembeli datang ke tambak untuk melihat potensi ikan, kemudian kurir
pembawa ikan datang menggunakan sepeda motor untuk membawa ikan ke pasar-pasar
tempat pelelangan.
Hasil dari
Budidaya Ikan
Hasil pembudidayaan yang dilakukan
oleh petambak sangatlah beragam. Hal itu tergantung dari seberapa banyak
petambak menyebarkan bibit ikan. Proses pengembangan dari ikan usia bibit
sampai ikan mencapai usia 5 bulan pun sangat mempengaruhi hasil dari budidaya
ikan oleh petambak. Misalnya pelepasan 30.000 ekor bibit ikan, maksimal akan
menghasilkan 7-8 ton ikan dan minimal 5 ton ikan. Apabila mereka meraih hasil
ikan dibawah 5 ton berarti petambak mengalami kerugian. Kerugian yang dimaksud
adalah petambak hanya balik modal.
Saat ikan telah berusia 5 bulan,
petambak mulai membuka usaha pemancingan untuk para warga sekitar maupun para
pencinta/hobby memancing yang
biasanya berasal dari luar daerah desa Tanjung Burung. Pemancing itu berasal
dari Jakarta dan memiliki ketertariakan untuk memancing di area tambak Tanjung
Burung. Pada hari Sabtu dan Minggu banyak orang yang berada di luar daerah
memancing di tambak tersebut untuk sekedar hobi ataupun hanya untuk membeli
ikan dengan harga relatif lebih murah.
Para tambak lebih memilih tambaknya
untuk dijadikan tempat pemancingan dibanding di jual ke tengkulak ataupun pasar
tedekat. Pemancingan di kenakan harga perkilo dari hasil ikan yang ia dapatkan.
Satu kilo ikan bandeng dikenakan harga Rp20.000,- dan satu kilo ikan Mujair
nila dikenakan harga Rp17.000,-
Karena di tambak desa Tanjung Burung
kebanyakan dimiliki oleh orang dari luar bukan dari warga asli jadi warga asli
desa tanjung Burung hanya mengontrak tambak tersebut. Saat tambak sudah di
kontrak oleh petambak maka pemilik lahan tambak tidak memiliki hak untuk
mendapatkan hasil dari budidaya tambak tersebut. Hasil yang sudah didapatkan
pemilik modal atau pengontrak akan membagi hasil dalam panen ikan tersebut,
mereka menggunakan sistem per-puluh dalam pembagian hasil (dimana 100% hasil
penjualan di bagi penjaga tambak 20% dan pemilik modal mendapatkan 80%).
Sistem Pengelolaan Lahan Tambak
Desa
Tanjung Burung merupakan kesatuan masyarakat yang terletak di Kecamatan Teluk
Naga, Kabupaten Tangerang. Dengan luas
wilayah 864 ha dengan batas wilayah sebelah utara Laut Jawa, sebelah timur Desa
Tanjung Burung, sebelah selatan Desa
Pangkalan dan Desa Kp. Melayu Barat, sebelah barat Kali Cisadane, Desa Kali
Baru dan Desa Kohod. Dari posisi strategis desa tanjung burung, merupakan
daerah muara dari arus kali cisadane menuju laut jawa.
Pengelolaan area seluas 170 Ha merupakan area pemukiman penduduk sedangkan 320 Ha adalah areal pertambakan yang
dikelola oleh masyarakat desa tanjung burung. Pada saat sebelum areal
pertambakan mulai di garap, areal tersebut merupakan areal persawahanm, akibat
erosi air laut yang mulai masuk ke areal persawahan tersebut, gagal panen pun
terjadi. Panen dan pembibitan padi hanya dapat dilakukan pada saat musim
penghujan. Akibatnya para petani merugi. Dengan di kelolanya areal persawahan
yang dahulu, kini menjadi areal pertambakan masyarakat desa tanjung burung
mulai adanya peningkatan ekonomi dibandingkan dahulu.
Dalam pengelolaan lahan yang di
jadikan area pertambakan, area tambak di daerah ini mayoritas bukan milik
masyarakat sekitar. Hal ini karena ketika pada saat areal pertambahan yang
dahulunya areal persawahan,pemilik asli tanah adalah para penduduk Desa Tanjung
Burung yang sudah tidak puas akan hasil dari pertanian padi, dan ketika areal
persawahan tersebut tidak terurus yang di tumbuhi rerumputan. Ketika itu para
pemilik asli tanah yang mayoritas penduduk Desa Tanjung Burung menjual tanahnya
kepada orang luar Desa, dengan harga yang relatif murah. Sehingga saat ini
mayoritas kepemilikan areal pertambakan tanah di dominasi orang luar desa.
Area pertambakan merupakan milik
orang luar desa Tanjung Burung sedangkan kepemilikian modal tambak dikuasai
oleh warga sekitar sebagai pengontrak
tambak. Dalam struktur pengelolaan lahan tambak dapat diilustrasikan
lebih jelas dengan penjelasan sebagai berikut :
Pemilik lahan
Pemilik lahan merupakan orang yang
memiliki tanah atau area pertambakan. Pemilik lahan membuka usaha kontrak lahan
dan yang mengontrak pada pemilik lahan adalah pemilik modal ikan tambak.
Mayoritas pemilik lahan merupakan orang luar dari desa tanjung burung. Pada saat
sebelum areal pertambakan mulai di garap, areal tersebut merupakan areal
persawahanm, akibat erosi air laut yang mulai masuk keareal persawahan
tersebut, gagal panenpun terjadi. Panen dan pembibitan padi hanya dapat
dilakukan pada saat musim penghujan. Akibatnya para petani merugi. Dengan di
kelolanya areal persawahan yang dahulu, kini menjadi areal pertambakan
masyarakat desa tanjung burung mulai adanya peningkatan ekonomi dibandingkan
dahulu.
Pengontrak lahan adalah orang yang
mengontrak kepada pemilik lahan. Pengontrak dapat mengontrakan lagi lahan yang
dikontraknya kepada orang lain dikarenakan pengontrak mendapat kepercayaan
untuk memegang sertifikat lahan dari pemilik lahan. Sistem kontrak tersebut
dapat menciptakan sebuah masalah baru, misalnya pengontrak dapat memindah
tangankan hak pengelolaan tambak kepada
pengontrak lain tanpa pengetahuan pemilik lahan karena sertifikat lahan yang
dimiliki pengontrak.
Pengontrak mayoritas mengontrak
lahan seluas 5 hektar. Uang sewa dimuka sebesar Rp.8.000.000,-. Sistem
kepengelolaan lahan tambak seperti ini adalah suatu bentuk dari pengelolaan
yang unik di desa Tanjung Burung.
Pengelola tambak (kuli tambak)
Pengelola tambak merupakan kuli dari
pemilik modal tambak, posisi pengelola tambak sebagai penjaga dan pembudidaya
ikan tambak. Pengelola tambak hanya mendapatkan keuntungan sebesar 20% dari
hasil netto penjualan ketika panen tiba. Pengelola tambak bertanggung jawab
atas perkembangan dan pertumbuhan ikan yang dikelola oleh pengelola tambak.
Ekstensifikasi
Lahan Tambak
Dalam buku Sudargo Gautama/Boedi
Harsono, Agrarian Law 1972. E.Utrecth
(pengantar dalam hukum Indonesia, 1961) menurut Boedi Harsono memberikan secara tegas pengertian teori
agraria yang sama kepada “hukum agrarian” dan “hukum tanah”.
Boedi Harsono menyatakan Hukum
Agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agraria
merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum, yang masing-masaing mengatur
hak-hak penguasaan sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agraria.
Kelompok berbagai bidang hukum tersebut terdiri atas:
- Hukum Tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti permukaan bumi.
- Hukum Air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air.
- Hukum Pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian yang dimaksudkan oleh Undang-undang Pokok Petambangan.
- Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air.
- Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-unsur dalam Ruang Angkasa, mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan dalam Pasal 48 UUPA.
Hukum agraria dari segi objek
kajiannya tidak hanya membahas tentang bumi dalam arti sempit yaitu tanah, akan
tetapi membahas juga tentang pengarian, pertambangan, perikanan, kehutanan dan
penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa.
Dalam
hal ini, daerah Tanjung Burung memiliki potensi prasarana transportasi yang
rendah sehingga mengurangi keinginan untuk ekstensifikasi lahan tambak oleh
petambak. Hal itu terlihat dalam uraian tentang potensi prasarana transportasi
di wilayah desa Tanjung Burung, yaitu:
·
Jalan Kampung Aspal : 3.500
m/Unit
·
Jalan Paving Blok : 5.000
m/Unit
·
Jalan Makadam : 2.000
m/Unit
·
Jalan Tanah : 2.100
m
·
Jalan Kondisi Rusak : 800 m
Tanah
yang di kelola olah para petambak hanya memiliki sertifikat, dan izin
pengelolaan/pengontrak tambak tidak jelas. Tanah yang di kelola sebagai areal
pertambakan dengan sistem sewa sehingga aparat pemerintahan desa Tanjung Burung
tidak memiliki data yang sesuai dengan apa yang ada di lapangan. Hal ini yang
membuat eksitensi lahan secara hukum berubah-ubah.
Dari
hal yang kami peroleh tentang hak pengelolaan tanah secara hukum untuk areal
pertambakan, sekertaris desa tanjung burung, mengakui bahwa dalam hal
kepemilikan dan pengelolaan tambak tidak di data secara komperhensif. Hal ini
akibat dari pemilik lahan yang hanya melaporkan areal pertambakannya tidak
secara administratif dari tingkatan yang ada di desa tanjung burung. Akibat
dari administratif yang kurang jelas, pajak dari pertambakan tidak seluruhnya
di bayar oleh para pemilik tambak tersebut, melainkan sebagian pajak di bayar
oleh
Contoh
ekstensifikasi lahan di desa Tanjung Burung seperti yang dilakukan oleh Pak
Perak[7][7] melakukan
ekstentifikasi lahan dengan menambah lahan yang digarapnya menjadi 4,5 hektar
dengan luas semula seluas 1,5 hektar. Beliau melakukan perluasan lahan
pertambakan dikarenakan penghasilan yang di dapat dari pertambakan sangat
menguntungkan dan lahan yang beliau sewa memiliki potensi perkembangan ikan dan
udang yang baik. Hal itu didukung oleh lokasi tambak yang strategis, yaitu jauh
dari letak sungai Cisadane sehingga pencamaran pada air sedikit dan memiliki PH
air yang sesuai dengan usaha tambak ikan dan udang.
Disamping melalui intensifikasi tambak, pengembangan budidaya tambak
dilakukan dengan ekstensifikasi lahan yang berkaitan dengan pembukaan areal
tambak baru. Pembangunan hamparan tambak
baru tersebut berlangsung dikawasan perairan pantai dan estuarin. Kawasan ini
merupakan suatu potensi sumber daya yang sangat potensial untuk menghasilkan
produk-produk perikanan. Disamping itu juga merupakan suatu sumber lapangan
kerja bagi penduduk disekitarnya, sumber pangan dan bahkan wisata. Agar pemanfaatannya
lestari, maka pengelolaan kawasan tersebut harus dilakukan secara optimal,
terencana dan berwawasan lingkungan.
Tuhri (2000) menekankan, perlunya pengaturan
tata ruang diwilayah pesisir untuk menghondatkan konflik interest. Dengan
demikian wilayah ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya secara damai bagi
kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunannya harus mempertimbangkan aspek lestari dari
sumberdaya pantai tersebut. Hal ini telah diamanatkan dalam UU No. 4 Tahun 1982 tentang
Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang
Rencana Umum Tata Ruang.
Kesimpulan
Areal tambak
di Desa Tanjung Burung melakukan intensifikasi dan ekstentifikasi. Intensifikasi
yang dilakukan berupa pemberdayaan ikan dengan pengolaan yang sesuai dan dengan
tata cara yang baik. Ekstentifikasi pun dilakukan untuk mendapatkan hasil
keuntungan semaksimal mungkin dari panen ikan maupun udang sebagai bahan
komoditas utama pertambakan di Desa Tanjung Burung.
Meskipun
segala tindakan yang dilakukan tidaklah berjalan mulus. Hal itu dikarenakan
semakin banyaknya limbah pabrik yang mencemari air sungai Cisadane dan berbagai
macam limbah rumah tangga. Sehingga saat ini hanya sedikit yang dapat
membudidayakan udang. Dan komoditas utama pertambakan Desa Tanjung Burung
beralih menjadi pertambakan ikan.
[1][1] Sumber: Data Kelurahan
Desa Tanjung Burung, Tangerang
[2][2] Loc. Cit
[3][3] Loc. Cit
[4][4] Loc. Cit
[6][6] Kata ‘mereka’ dalam
makalah ini merujuk pada para petambak di daerah Tanjung Burung, Kecamatan
Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Tangerang.
[7][7] Pak Perak merupakan salah
satu nara sumber yang kami temui. Beliau adalah ketua RT 011 di Desa Tanjung
Burung, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Tangerang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar